Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Sapu Jagat BPJS, Kapitalisasi Hajat Publik


Topswara.com -- Di tengah keadaan masyarakat yang terus di himpit dengan berbagai problem kehidupan. Serta silih berganti kebijakan yang jauh dari kemaslahatan mereka seperti perdebatan kasus JHT 56, langkanya minyak goreng, kini pemerintah membuat kebijakan baru terkait BPJS kesehatan yang menambah beban rakyat dalam memenuhi layanan kesehatan yang harusnya mereka
dapatkan sebagai wujud pengurusan negara. 

Kebijakan tersebut bisa di katakan zalim, karena kebijakan tersebut memaksa rakyat ikut kepesertaan BPJS Kesehatan karena menjadi syarat bagi masyarakat dalam mendaparkan layanan publik yang menjadi kebutuhan dasar manusia.

Pemerintah menerbitkan aturan baru bagi warga indonesia yang berlaku mulai Maret
2022 dengan mewajibkan memiliki Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar bisa mengurus berbagai keperluan, seperti mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan(STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK),
hendak berangkat ibadah Haji, dan jual beli tanah (tribunnewsbogor.com, 23/2/2022).

Hal tersebut tertera dalam instruksi presiden (inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bahkan aparat keamanan diminta meningkatkan penegakkan hukum kepada pihak pemberi kerja selain penyelenggara
negara yang belum patuh membayar iuran program JKN BPJS .

Sebagai bukti dalam pasal 7 UU No, 24 Tahun 2011 menjadikan posisi BPJS kesehatan sebagai badan hukum publik efeknya menjadi nasabah BPJS adalah sarat bagi rakyat jika ingin mendapatkan layanan kesehatan. 

Ketentuan lain adalah jika peserta BPJS terlambat membayar premi maka akan ada sanksi yang didapatkan yaitu denda 2,5 persen dari biaya rawat inap pelayanan kesehatan dikali dengan lamanya tunggakan perbulannya bagi peserta BPJS yang mendapat rawat inap selama 45 hari sejak status BPJS aktif kembali.

Penunggak BPJS juga dikenai sanksi dalam layanan layanan publik lain seperti mengurus SIM, SKCK, dan lain sebagainya. Penunggak BPJS dipersulit saat hendak mengurus urusan yang lain. Tentu akan mempersulit rakyat. Belum lagi ketetapan kenaikan iuran BPJS beberapa waktu lalu yang disinyalir adanya defisit kas BPJS.

Kebijakan Zalim dan Minim Perbaikan Kualitas Pelayanan

Inilah bentuk kepengurusan layanan publik jika diatur dengan kepemimpinan kapitalisme. Akibat dari sistem kapitalisme yang dibangun dengan metode berfikir yang salah dari akarnya. 

Terbentuk yang tidak sesuai dengan fitrah manusia karena memisahkan agama dari
kehidupan, dasar pemikiran dan cara pandangnya rusak maka tidak heran melahirkan aturan atau kebijakan yang selalu memandang apapun berdasarkan aspek manfaat berupa materi dan berorientasi asas untung dan rugi.

Sistem inilah yang menjadikan layanan kesehatan publik sebagai ajang komersialisasi. Negara didudukkan sebagai regulator yang mengukuhkan swasta sebagai pihak pelayanan masyarakat. Alih-alih sejahtera justru rakyat makin kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang mudah dipersulit dan yang sulit justru dikomersialisasikan.

Pelayanan Publik dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam tidak ada orientasu untung rugi dalam menyediakan layanan umum karena hubungan yang terjalin dengan penguasa dan rakyat adalah riayah suunil ummah yaitu megurus keperluan umat. 

Tidak ada komersialisasi karena kebijakan tersebut hukumnya haram Nabi SAW. Bersabda “siapa saja yag menyempitkan (urusan orang lain), niscaya Allah akan menyempitkan urusannya kelak pada hari kiamat”. (HR. Al Bukhari)

Dalam pelayanan umum tak akan ada syarat tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa saat ini yang mewajibkan BPJS pada kepengurusan layanan publik tertentu. Dalam Daulah Islam untuk mengurus pelayanan umum wajib memberikan secara ihsan (kebaikan dan kesempurnaan).

Islam memandang pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu jenis kebutuhan dasar publik selain pendidikan dan keamanan As Syari telah menetapkan bahwa kebutuhan dasar publik tidak boleh dikomersialisasikan dan menjadi tanggung jawab secara mutlak negara. 

Maka dalam pelayanan kesehatan, segala kebutuhan dan keperluan ditanggung oleh Daulah Islam baik dari segi rumah sakit, tenaga medis, dokter, perawatan, obat obatan, dan hal hal yang terkait. 

Semua jaminan ini diberikan kepada rakyat secara gratis dan berkualitas yang dana untuk membiayai jaminan tersebut berasal dari pos kepemilikan umum Baitul Mal yang dananya berasal dari harta kepemilikan umum yaitu SDA yang dikelola secara, mandiri dan langsung dibawah Daulah Islam. 

Inilah jaminan dalam Negara Islam yakni Khilafah yang mampu memudahkan maslahat masyarakat dan telah terbukti selama 14 abad lamanya. Wallahu a’lam bishawwab.[]



Oleh: Tsabita Fiddina 
(Mahasiswi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar