Topswara.com -- Hampir tiga tahun negara diterpa pandemi Covid-19 beserta turunannya. Namun, entah apa yang ada dipikiran pemerintah karena belakang ini, pemerintah menonaktifkan 71 staf peneliti Eijkman. Para peneliti yang bisa dibilang cukup berjasa di masa pandemi, sebab merekalah yang terus mengawal dan mengamati perkembangan Covid-19 guna meriset vaksin virus tersebut.
Pemberhentian ini terjadi setelah Eijkman bergabung Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional. Pemerintah mengoperkan kegiatan Eijkman pada Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (www.msn.com, 3/1/21). Tidak sedikit hal ini menuai banyak simpati, setelah Eijkman institusi memposting perihal kemunduran mereka dari Tim waspada Covid-19 di akun twitternya.
Warganet menyayangkan serta mempersoalkan masa depan vaksin dalam negeri juga para penelitinya itu. Karena diketahui, para peneliti Eijkman telah berhasil meriset vaksin merah putih. Meski Wien sebagai Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman menjamin bahwa vaksin merah putih akan terus berjalan (news.detik.com, 3/1/21).
Tapi, penegasan tersebut telah meragukan jika dalam penelitiannya tanpa ada campur tangan Eijkman. Para peneliti yang sudah terpercaya menghasilkan vaksin dalam negeri. Alasannya, karena pemerintah bakal dicurigai tidak lagi memandang dari segi kontribusi personil Eijkman untuk menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia melainkan pemerintah hanya berfokus dari sisi status para peneliti Eijkman.
Bahkan bisa disebut keputusan yang ceroboh. Di kala Eijkman sedang fokus meriset vaksin dalam negeri dan memang sangatlah urgen dibutuhkan juga mengembangkan uji vaksin ini agar pemerintah tidak melulu impor vaksin dari luar negeri. Sehingga menjadi salah satu penyebab utang membengkak. Namun pemerintah justru memberhentikan puluhan peneliti Eijkman.
Dampak dari hal di atas, kedaulatan Indonesia terindikasi bakal terancam menepi hingga negara dengan mudah terintervensi dari pihak asing. Padahal, ada peluang besar bagi negara guna menyelamatkan kedaulatannya. Salah satunya dengan merekrut kembali para peneliti Eijkman tanpa bersyarat. Guna melanjutkan riset vaksin merah putih sebagai bentuk ikhtiar kemandirian Indonesia meredam Covid-19.
Komentar warganet mestinya menjadi alarm bagi negara. Menjadi indikasi bahwa masyarakat tidaklah butuh status para peneliti Eijkman. Terpenting bagi masyarakat adalah bagaimana Eijkman atau para peneliti melanjutkan perjuangan meriset vaksin atau disesuaikan dengan semboyan yang di gaungkan pemimpin negeri yaitu "kerja, kerja, kerja".
Masyarakat sangat bergantung dan percaya sepenuhnya pada tim Eijkman. Adanya riset vaksin merah putih, sudah mewakili terpenuhinya pengharapan masyarakat terhadap salah satu usaha jalan keluar yang saat ini masih diberlakukan negara guna mengendalikan virus Corona serta turunannya.
Jangan sampai mencoreng kedaulatan negara dengan tidak serius memperhatikan kemajuan riset. Pemerintah seringkali berkonsentrasi pada yang hal tidak terlalu urgen bahkan tidak penting sama sekali. Sehingga kebijakannya seringkali menuai banyak kontroversi serta mendulang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah sendiri.
Seandainya pemerintah tetap bersikukuh mengedepankan prinsipnya tersebut, maka bersiaplah menerima risiko negara terus merugi karena vaksin. Sehingga menggelembungkan utang luar negeri. Setelah itu, masyarakat akan terkena dampaknya dan negara akan karut-marut hingga bangkrut.
Maka bukankah sudah selayaknya kita mencari solusi alternatif yang bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara tuntas?
Wallahu a'lam bishawwab
Oleh: Gina Kusmiati
(Sahabat Topswara)
0 Komentar