Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Praktisi Pendidikan Beberkan Adab yang Harus Dimiliki Pengajar


Topswara.com -- Praktisi Pendidikan Siti Rofida, S.Pd. membeberkan adab yang harus dimiliki oleh pengajar. “(Ada beberapa) adab yang harus dimiliki pengajar,” tuturnya dalam program Cahaya Muslimah, Telaah Kitab Min Muqawwimat: Adab Pengajar Dalam Islam, di kanal YouTube Sultan Channel, Senin (10/01/2022). 

Pertama, tidak menjejali anak didik itu dengan materi yang banyak. “Dengan kurikulum yang dipadatkan saat ini, pengajar dituntut untuk meramu materi agar tidak membosankan,” ujarnya.

“Agar materi tidak membosankan, jangan memberi materi yang di ulang-ulang tanpa memberikan jeda waktu kepada anak didik. Untuk itulah materi harus juga dibuat bervariasi dengan  media-media yang tidak membosankan, dengan metode ceramah, dan metode pembelajaran yang banyak sekali,” jelasnya.

Rofida mengutip hadis riwayat Muttafaq ‘alaih, Nabi berkata, "Suatu ketika ada yang orang yang berkata kepada Ibnu Abbas, ‘Wahai Abdurrahman, kami sangat menyukai dan menyenangi pembicaraanmu, kami sangat suka jika tiap hari engkau ajari kami.’ Ibnu Abbas berkata, ‘Tidak ada yang menghalangiku untuk berbicara dengan kalian, kecuali aku khawatir apa yang aku bicarakan itu membosankan kalian.’.”

Kedua, harus diberikan di waktu dan tempat yang tepat. “Sebagaimana orang tua, sebagai pengajar ketika memberikan nasihat, harus diberikan pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga membuat anak nyaman dan tidak mengganggu yang lainnya," ungkapnya.

Rofida mengutip hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa'id. Ia berkata, "Rasul pernah iktikaf di masjid, Beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaan Al-Quran di sudut-sudut masjid, kemudian beliau membuka pembatas iktikaf Beliau, kemudian berkata, ‘Ingatlah, sesungguhnya kalian sedang bermunajat kepada Rabb, maka janganlah kalian saling mengganggu dengan yang lain dan janganlah sebagian kalian terlalu keras dalam bacaan (Al-Quran).'."

Ketiga, pengajar harus membangkitkan harapan secara terus menerus. “Pengajar tidak boleh memotong harapan atau membuat anak didiknya tidak punya harapan (putus asa), itu bukan watak pendidik,” ujarnya.

Ia menukil Al-Qur’an surah Al-Hijr ayat 55, قَالُوا بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْقَانِطِينَ, 

Mereka menjawab, "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.”

“Begitu juga pada ayat 56 surah Al-Hijr, قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ , Ibrahim berkata, ‘Tidak ada (orang orang berputus asa) (dapat dibaca yaqnithu dan yaqnathu) dari rahmat Rabb-Nya, melainkan orang-orang yang sesat,’ yakni orang-orang kafir,” jelasnya.

"Jika niat kita mendidik karena Allah, kita akan bersabar menghadapi anak didik, baik yang sulit memahami pelajaran maupun yang cepat nangkap. Kita harus berikan harapan jangan ditakut-takuti," imbuhnya.

Rofida mengutip dari Abu Musa Al Asy'ary dari Mutafaq ‘alaih, bahwa ia berkata, “Aku diutus Rasulullah SAW bersama Muadz ke Yaman,” Rasul bersabda, ‘Serulah manusia itu, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.’." 

"Keempat, memilih topik yang sesuai realita. Tugas pengajar itu mendekatkan materi yang diajarkan dengan realitas kehidupan, tidak sekadar teoritis belaka dan sulit dipahami anak didiknya. Misalnya, kita mendidik masyarakat ambil tema yang sedang in di masyarakat, contoh pas membahas tentang tafsir. Kita masukkan fakta yang muncul di masyarakat, misalnya boneka arwah, dengan begitu akan lebih mudah masuk," jelasnya.

Kelima, pengajar harus menegur dengan bahasa yang tepat. "Kita hari ini hidup di mana penghargaan pada guru,orang tua dan anak itu kurang, ditambah guru sendiri juga tidak menguasai konsep mengajar, jadi klop jika saat ini anak-anak milenial itu enggak mau digurui. Anak enggak mau di nasihati itu karena problem buruknya komunikasi, kemampuan mendengar anak maupun pengajar itu kurang, menyebabkan anak sulit  dinasihati," bebernya.

Menurutnya, sikap pengajar dalam menegur anak yang sulit memahami dan yang menyalahi hukum syarak, maupun meremehkan pengajar baik guru, orang tua, maupun ustaz, adalah harus mampu mendengar.

“Karena, itu komunikasi paling tinggi, mampu mengendalikan diri dalam menyampaikan nasihat, dan bisa bersikap dalam menerima masukan orangtua, anak didik dengan berbesar hati. Jika anak ditegur belum ada perubahan, ya harus sabar," pungkasnya.[] Rina
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar