Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Krisis Listrik? Saatnya Mengembalikan Batu Bara Kepada Pemiliknya


Topswara.com -- Pada kehidupan kita sekarang, listrik merupakan kebutuhan vital. Bukan saja berfungsi sebagai penerang di kala gulita namun karena begitu bergantungnya kita pada alat-alat elektronik. Beberapa saat saja listrik terputus akan mengganggu roda kehidupan.

Begitu pentingnya ketersediaan listrik sebagai energi kehidupan ini, maka pengelolaannya harus dilakukan sebaik mungkin karena juga menyangkut hajat hidup masyarakat luas. Perlu pengelolaan dari negara agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya dengan semurah dan semudah mungkin.

Dilansir dari economy.okezone.com (04/01/2022) PT PLN (Persero) mengalami masa krisis batu bara. Perseroan menjalin koordinasi dengan Kementerian ESDM, dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan krisis rantai pasok batu bara. Langkah itu sekaligus mengamankan pasokan batubara hingga mencapai minimal 20 hari operasi (HOP).

Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa karena ketidakefektifan kewajiban pasokan domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen dari produksi. Produsen lebih memilih untuk mengekspor daripada menyuplai ke PLN karena adanya disparitas harga. 

Memang terjadi perbedaan harga yang tajam antara harga suplay ke PLN yakni $70 per metrik ton dengan harga eksport yang mengikuti harga pasar yang bergerak pada kisaran $170 per metrik ton. Bagi pengusaha yang rakus tentu mereka akan mengeksport sebanyak-banyaknya hasil produksi tanpa memikirkan nasib bangsanya sendiri.

Akibat adanya krisis cadangan batu bara ini produktivitas PLN terkendala, kepentingan masyarakatpun terganggu karena ulah segelintir pengusaha yang memikirkan isi kantongnya sendiri. Nasionalisme tak berlaku di sini, uanglah yang lebih berkuasa. Indonesia adalah negara penghasil batu bara terbesar ketiga di dunia. Bagaimana mungkin kita mengalami krisis listrik? 

Liberalisasi Pengelolaan SDA

Indonesia terkenal dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) nya termasuk batu bara dalam hal ini. Andaikan tidak salah kelola tentu sangat bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.

Kesalahan fundamental dari pengelolaan SDA kita adalah diizinkannya pengelolaan oleh swasta. Perusahaan swasta tentu saja profit oriented. Prinsip ekonomi untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya akan mereka pegang teguh. 

Tidak terhitung berapa keuntungan yang mereka dapatkan dengan menjual kekayaan milik rakyat. Kewajiban menyuplai 25 persen hasil produksi terasa begitu berat, hingga mereka berkhianat dan tetap mengeksport untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Berdasarkan keterangan dari Dirjen Minerba Kementrian ESDM, Ridwan Djamaluddin. Dari 634 perusahaan batu bara yang memiliki kewajiban memasok batu bara dalam negeri (DMO), hanya 15 persen yang memenuhi DMO secara penuh. Ini artinya ada 85 persen yang berkhianat, wajarlah bila pasokan batu bara PLN ngos-ngosan. 

Pemerintah pun tak tinggal diam, langkah darurat dilakukan dengan pelarangan eksport dari 1-31 Januari. Namun, selang 12 hari keputusan ini dicabut dengan alasan "Karena kita perlu uang" demikian kata Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Jika demikian adanya tentu krisis batu bara masih menjadi ancaman.

Batu Bara Milik Rakyat

Krisis energi di negeri yang berlimpah SDA tidak akan terjadi jika dikelola dengan Sistem Ekonomi Islam (syariah). Sistem syariah mengatur kepemilikan secara detail. Ada kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Sumber Daya Alam yang melimpah termasuk batu bara didalamnya, termasuk ke dalam kepemilikan umum. Sehingga, tidak boleh dikuasai oleh individu maupun korporasi terlebih asing. Adapun aktivitas eksplorasi dilakukan oleh negara, dimana hasilnya nanti akan dikembalikan lagi kepada masyarakat sebagai pemiliknya. 

Kesejahteraan rakyat pun akan tercapai karena kekayaan alam tidak menumpuk pada segelintir pengusaha yang telah terbukti menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa.

Ketika pengelolaan SDA dikelola oleh negara, maka akan menjauhkannya dari sifat profit oriented. Kebutuhan dalam negeri akan menjadi prioritas utama dan hanya akan menjualnya keluar negeri jika melebihi kebutuhan dalam negeri. Pasokan dal
am negeri pun terjamin tanpa memelas atau mengancam pada korporasi, karena semestinya negaralah ysng punya kuasa.

Dari sini menjadi jelas bahwa sistem kapitalis hanya akan melahirkan masalah demi masalah. Lahirnya pribadi-pribadi rakus yang terlahir dari asas kebebasan hingga  kepentingan publik pun  tergadaikan. Maka hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Sang Pencipta?

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah: 50

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ

Artinya: "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"

Saatnya kembali pada syariah, sistem terbaik dari Illahi Rabbi. Saatnya mengembalikan batu bara pada pemiliknya yakni rakyat, bukan individu dan bukan pula korporasi. Saatnya terbebas dari segala krisis menuju kehidupan yang lebih baik.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar