Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Harga Sembako Naik Berulang Apa Solusinya?


Topswara.com -- Datangnya tahun 2022 disambut dengan meroketnya harga-harga bahan pokok di sejumlah daerah di Indonesia. Demikian pula di Kalimantan Selatan. Di Kabupaten HST, minyak goreng mengalami kenaikan menjadi Rp 20 ribu per liter, harga tepung dari Rp 6 ribu menjadi Rp 8 ribu per kilogram, bawang merah dan bawang putih mengalami kenaikan fluktuatif hingga harga Rp 30 ribu per kilogram dan bahan pangan lainnya. 

Bahkan minyak goreng curah menghilang dari pasaran, padahal ini yang banyak dibeli oleh masyarakat. Banjir rob dan gelombang tinggi berpengaruh terhaap harga dan pasokan ikan laut. (tribunnews.com, 2/1/2022)

Peneliti Core Indonesia,  Dwi Andreas dalam Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021 di Jakarta,  mengatakan saat ini harga-harga komoditas tersebut telah melewati batas harga psikologis, meskipun menurutnya hal ini tidak perlu dikhawatirkan. 

Kenaikan harga sembako ini dipicu oleh fenomena alam la nina yang menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah. Meskipun harga sembako diprediksi akan kembali normal di bulan Februari mendatang, namun tidak dapat dipungkiri, lazimnya menjelang bulan Ramadhan harga sembako akan kembali menjadi masalah yang dialami masyarakat. 

Tentu saja beban finansial masyarakat bukan hanya tentang sembako, namun juga tuntutan belanja pendidikan, Kesehatan, pakaian, dan tempat tinggal.

Telaah Masalah Harga Sembako

Harga merupakan hasil pertukaran antara uang dan barang. Secara alami harga  ditentukan oleh supply and demand, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah dan permintaan sedikit maka harga akn turun. 

Sebaliknya jika barang yang ditawarkan sedikit dan permintaan besar maka harga akan naik. Sudah barang tentu sembako merupakan komoditas harian yang selalu dibutuhkan masyarakat. Oleh karenanya, keseimbangan supply and demand harus diperhatikan oleh negara agar harga dapat stabil dan terjangkau.

Pematokan harga oleh pemerintah seringkali dipandang sebagai solusi, padahal kebijakan semacam itu bukanlah solusi, bahkan di dalam Islam hal ini dilarang. Ketika di zaman Nabi SAW saat harga barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga barang tersebut dipatok, namun Beliau menolak seraya bersabda yang artinya: ‘Allah lah zat Yang Maha Mencipta, menggenggam, melapangkan rezeki, memberi rezeki dan mematok harga’. (HR. Ahmad dari Anas). 

Pematokan harga bisa berakibat menurunnya produksi, membuka peluang pasar gelap, penimbunan dan sebagainya.

Ada dua faktor penyebab naiknya harga sembako ini, yakni faktor alami seperti la nina, banjir atau mungkin kemarau dan sebagainya. Faktor kedua yakni karena penyimpangan terhadap syariat Islam seperti penimbunan (ihtikar), permainan harga (ghabn alfahisy), suplai yang tidak merata hingga liberalisasi yang menghantarkan kepada ‘penjajahan’ ekonomi.

Menemukan Solusi dari Islam

Secara individual, bagi diri orang yang beriman apapun penyebab mahalnya harga kebutuhan hidupnya, maka ia harus meyakini bahwa Allah lah yang memberi rezeki. Tetap sabar dan berbaik sangka kepada Allah SWT, sembari berusaha memenuhi kebutuhannya dengan cara yang Allah SWT ridai.

Secara sistemik, Islam telah menuntunkan jawabannya. Jika penyebab kenaikan harga sebab terganggunya suplai, artinya terjadi kelangkaan barang sementara permintaan besar, maka negara harus mencari suplai dari daerah lain untuk dipasok ke daerah yang mengalami kelangkaan tersebut. 

Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab r.a pada akhir tahun 17 H saat di Madinah terjadi paceklik, khalifah meminta kepada Amr bin Ash gubernur Mesir saat itu untuk mendatangkan komoditas kebutuhan masyarakat ke Madinah. Jika seluruh daerah dalam negeri mengalami hal yang sama, maka diambillah kebijakan impor.

Jika masalah harga disebabkan penyimpangan terhadap syariat seperti penimbunan (ihtikar) dan permainan harga (ghabn alfahisy), maka negara harus melakukan inspeksi sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW.  

Menjatuhkan sanksi kepada para pelakunya. Para pebisnis/pedagang secara berkala akan diuji untuk dipastikan kepahaman mereka bagaimana berbisnis/berdagang yang benar.

Negarapun memiliki kendali dan andil yang besar dalam memastikan suplai yang merata. Dimana di dalam sistem ekonomi kapitalisme hari ini, dengan liberalisasi dan kebebasan kepemilikan termasuk kebebasan berproduksi dan mendistribusi, abai akan hal ini. 

Bagi sistem ekonomi kapitalisme tumpuannya adalah produksi dan produksi tanpa memperhatikan halal-haram barang yang diproduksi maupun pemerataan distribusinya. Di dalam al Quran Surat al Hasyr, Allah SWT berfirman yang artinya: ‘agar harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja…’

Segala sesuatu yang menyimpangi syariat, yakni Al-Qur'an dan sunah dapat dipastikan akan menimbulkan kesulitan, persoalan dan kesengsaraan. Allah SWT berfirman dalam Surat Thaha ayat 124, yang artinya: ‘'Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.’'

Haruskah kita bertahan dengan sistem yang ada? Ataukah segera berbenah untuk melakukan perubahan?

Wallahu a’lam bishawab


Oleh: Munajah Ulya
(Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar