Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Buang Bayi Marak Akibat Liberalisme nan Rusak


Topswara.com -- Deretan kerusakan hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat telah menjadi fakta yang tidak terelakkan lagi. Salah satunya fakta mengenai tata pergaulan yang cenderung liberal atau bebas antara laki-laki dan perempuan yang telah jamak terjadi. 

Dampak sosial yang timbul pun tidak kalah memprihatinkan seperti penyakit menular HIV/AIDS, hamil di luar nikah, aborsi, dan lain sebagainya. Realitas saat ini menunjukkan telah rusaknya moral generasi. Hal ini menjadi masalah serius untuk disikapi secara tepat guna mencari solusi demi kebaikan generasi mendatang. 

Aris Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonenesia (KPAI) mengatakan, sejak tahun 2020 hingga Juni 2021 terjadi 212 kasus pembuangan bayi. Juga ditemukan sebanyak 80 persen bayi yang dibuang dalam kondisi telah meninggal dunia, 20 persennya ditemukan dalam bak sampah, pembuangan sampah, di kardus dalam kondisi hidup namun dikerubungi lalat, semut, dan sebagainya (poskota.co.id,  27/08/2021). 

Jika kita mencermati, kasus seperti ini tentu bukan hal baru namun sudah puluhan bahkan ratusan kasus serupa terjadi hari demi hari hingga tahun demi tahun ramai menghiasi jagat media. Dari banyaknya kasus itu motif pembuangan bayi oleh pelaku pun beraneka ragam bentuknya. Dari belum siap dengan tanggung jawab memiliki anak, bayi hasil dari hubungan terlarang, anak dari korban perkosaan atau hasil pergaulan bebas yang sudah menjadi life stlye bagi sebagian pemuda hari ini.

Kasus di atas kian menjamur, merusak moral dan masa depan generasi, tentu bisa kita lihat pemicu dari kasus tersebut sejatinya adalah pergaulan bebas atau seks di luar nikah karena bayi yang dibuang jelas tidak diharapkan kehadirannya. 

Fenomena rusak sekaligus menyedihkan ini telah mencabut rasa kasih sayang dan kemanusiaan seseorang, menganggap tidak berharganya nyawa apalagi nyawa bayi yang tidak berdosa. 

Peristiwa ini telah bergulir membesar bagaikan fenomena bola salju karena tidak kunjung usai justru kasusnya bertambah setiap hari. Namun tidak ada upaya tegas dari pemerintah untuk menanggulangi fenomena tersebut. 

Buah dari Paradigma Barat

Seyogyanya kita melihat persoalan ini secara mendasar dan menyeluruh, pergaulan bebas hingga kebablasan ini adalah hasil dari paradigma Barat yang memisahkan agama dari kehidupan atau sekularisme. Paham inilah yang telah diadopsi di negeri ini bahkan negeri-negeri Muslim lainnya sehingga aturan kehidupan yang dibuat adalah hasil dari akal manusia yang lemah dan terbatas.

Artinya agama hanya diletakkan di pojok-pojok tempat ibadah dan tidak berhak mengatur kehidupan termasuk soal pergaulan. Akibatnya generasi secara sadar maupun tidak, telah mengambil cara bergaul yang bukan dari Islam yakni liberal yang membebaskan laki-laki dan perempuan dalam berinterkasi tanpa aturan.

Generasi menjadi buta dengan aturan agamanya sendiri, tidak mengenal halal dan haram hingga kehilangan identitas diri.  Hal ini diperparah dengan stimulus yang dapat membangkitkan gejolak seksual dari industri hiburan yang tidak mendidik dan terpengaruh budaya Barat yang telah difasilitasi oleh negara,  dari tontonan, bacaan, dan lain sebagainya. 

Hal demikian membuat peran orang tua di rumah dalam mengontrol menjadi kurang berarti karena serangan pemikiran dari luar begitu dahsyat merusak dan bertebaran di lingkungan bahkan negara membiarkan itu terjadi. 

Adapun hukuman yang dibuat pemerintah tidak membuat efek jera bagi pelaku zina, seperti aturan yang baru disahkan Permendikbud-Ristek atau Permen PPKS terdapat frasa persetujuan. Artinya jika dilakukan sesuai persetujuan atau suka sama suka maka tidak terkategori kena hukuman. Mirisnya hal ini akan menyuburkan perbuatan zina yang boleh dilakukan asal suka sama suka yang berujung mengorbankan janin tak berdosa. 

Realitas inilah yang generasi kita hadapi saat ini. Buah dari prinsip sekularisme-liberalisme  membuat individu bebas berperilaku selagi tidak merugikan orang lain bahkan dilindungi atas nama HAM. Ide Barat yang diusung tersebut sekilas tampak manis namun pada faktanya terbukti mengandung banyak kerusakan. Pun menjadi wajar terjadi karena dianutnya paradigma liberalisme yang serba bebas.  

Berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan, ini telah menjauhkan generasi dari tuntunan hidup yang benar yakni syariat Islam. Lalu apakah kita masih bisa berharap pada negara yang tidak peka dengan persoalan generasi yang selama masih menerapkan sistem sekularisme? 

Islam Atasi Liberalisasi Pergaulan

Telah nyata dampak sistematis yang kita rasakan, yaitu kerusakan moral generasi akibat menjalankan pandangan hidup yang menuntun kepada paham liberalisme yang berimbas kepada prilaku generasi bebas yang kebablasan. Sebagai agama yang sempurna dan komprehensif, Islam menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak membuat hukum dan aturan. 

Jejak gemilang sejarah Islam telah membuktikan bahwa sejak belasan abad lalu aturan Islam inilah yang terbaik dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Sistem peraturan hidup Islam memberi panduan lengkap dan menjaga kesinambungan antara individu, masyarakat, dan  negara. 

Ketakwaan individu menjadi  faktor penting dan menjadi hal yang "normal" terjadi ketika Islam diterapkan. Manusia dengan sepenuh hati menjalankan perintah Allah bahkan berlomba-lomba dalam kebaikan. Mempunyai kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi perbuatannya. 

Allah SWT telah menganugerahi kepada manusia naluri nau' atau naluri melestarikan keturunan. Pun Islam mengatur pemenuhan naluri tersebut, hanya boleh terjadi ketika sudah menikah. Karenanya Allah melarang berdua-duan seperti pacaran maupun bercampur baur dengan nonmahram. Islam juga mengatur perempuan untuk menutup aurat demi memuliakannya dan melindungi agar tidak mmbangkitkan syahwat laki-laki. 

Demikianlah aturan yang berlaku dalam Islam dan individu yang bertakwa. Jelas tidak ada pilihan selain taat pada aturan-Nya.

Peran masyarakat di negara Islam juga tidak kalah penting karena turut berkontribusi dalam mekanisme amar makruf nahi mungkar. Masyarakat sebagai pengontrol saling mengingatkan satu sama lain perihal perintah dan larangan Allah seperti mencegah terjadinya pergaulan bebas. 

Didukung pula dengan adanya kesamaan pemikiran dan perasaan setiap individu dalam memandang kebaikan dan kemungkaran. Jadi tidak sulit untuk saling mengingatkan dan tetap menegakkan aturan Islam. Walhasil ketakwaan tetap terjaga.

Peran vital negara juga terbukti dalam menerapkan sanksi tegas untuk setiap pelaku pelanggaran termasuk  tata pergaulan. Pencegahan pun dilakukan seperti dalam industri hiburan di mana Islam tegas melarang media yang menampilkan pornoaksi dan pornografi. 

Sekaligus ada sanksi yang diterapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelaku agar tidak mengulanginya kembali. Seperti melakukan pelanggaran aturan maka diberi sanksi pada pelaku zina, di antaranya dirajam seratus kali bagi yang belum menikah dan dirajam sampai mati bagi yang sudah menikah. 

Demikianlah sistem Islam yang solutif jika diterapkan secara menyeluruh. Sistem yang berasaskan akidah Islam satu-satunya yang mampu menjadi pengontrol dan menutup segala akses yang dapat merusak generasi. Bukankah kita merindukannya?
Wallahu a'lam.


Oleh: Tenira, S.Sos.
(Sahabat Topswara)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar