Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Potret Buruk Pendidikan ala Sekularisme Kapitalistik


Topswara.com-- Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935. Dengan demikian, rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Rasio yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar.

Ditinjau dari status kepegawaian, maka sangat jelas peran signifikan guru honorer. Mayoritas guru honorer. Saat ini baru 1.607.480 (47,8 persen) guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), sedangkan 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer.

Pengangkatan guru honorer dengan program PPPK menegaskan buruknya sistem hari ini dalam menyediakan layanan Pendidikan bagi rakyat. memfasilitasi Pendidikan dengan jumlah guru yang memadai dan berkualitas serta membiayai kebutuhan Pendidikan termasuk dengan menempatkan terhormat dan menggaji secara layak bagi para pendidik.

Wakil sekretaris jenderal DPD Partai Demokrat mengkritik proses pengangkatan guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK yang harus melalui seleksi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dia berpandangan proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK seharusnya dilakukan berdasarkan masa pengabdian seseorang sebagai pendidik. 

Guru yang telah cukup masa mengabdinya seharusnya tidak mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya. "Seharusnya dilakukan pengangkatan secara langsung melalui proses seleksi, tapi dilihat masa pengabdiannya para guru itu". Ujar Irwan kepada wartawan minggu 19 September 2021. 

Irwan menyayangkan pemerintah masih membiarkan guru-guru honorer yang cukup masa pengabdiannya mengikuti proses seleksi PPPK serta CPNS hanya untuk memperoleh kesejahteraannya. Mereka sudah mengerti sangat lama dan mereka mengajar itu di pelosok-pelosok daerah seharusnya itu menjadi perhatian pemerintah. Oleh karenanya Irwan meminta pemerintah memperbaiki nasib para guru honorer yang cukup masa pengabdiannya dengan melakukan pengangkatan secara langsung menjadi PPPK atau CPNS tanpa proses seleksi. Menurut dia langkah seperti itu pernah dilakukan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di mana tercatat sebanyak 1,1 juta guru honorer diangkat jadi PNS. Irwan menambahkan situasi saat ini berbanding terbalik.

Pernahkah anda bayangkan di dalam kapitalisme yang harga barang-barangnya serta melangit, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, punya penghasilan Rp250.000 per bulan?  Lalu Coba anda bayangkan kalau jumlah itu pun tidak selalu didapat setiap bulannya dengan lancar, bahkan menunggu berbulan-bulan untuk cair dan bisa dinikmati.

Tapi ini bukan hal aneh bagi para guru honorer di negeri Zamrud Khatulistiwa ini. Mereka bukan hanya membayangkan tapi sudah merasakan berkali-kali kecewa karena gaji yang tidak seberapa itu tak kunjung sampai di tangan, karena berbagai alasan. Namun di antara mereka ada yang tetap ikhlas menjalankan amanah dengan tetap profesional dalam pengabdian sebagai guru. Meski seringkali pikiran galau karena terdesak kebutuhan hidup yang makin tak terkendali.

Sungguh tidak adil nasib yang dialami para guru honorer. Kebanyakan memiliki tugas atau beban yang sama dengan guru berstatus PNS yang sudah menerima gaji tetap dan lebih banyak. Banyak guru-guru desa yang harus berkeliling ke rumah para siswanya, hal itu dikarenakan keluarga mereka sama sekali tidak memiliki ponsel sebagai sarana PJJ. Walhasil semakin banyak energi bahkan biaya yang harus dikeluarkan para guru ini. Sehingga tidak sedikit dari para guru honorer yang mencari kerja sampingan guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Inilah potret nasib guru honorer pada sistem kapitalis. Meski sudah mengabdi puluhan tahun untuk mendapatkan kesejahteraan hidup, mereka masih harus ditentukan dari lulus tidaknya tes PPPK. 

Pembiayaan Pendidikan dalam Islam

Dalam sistem Islam pendidikan adalah kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara akan menyiapkan infrastruktur sekolah yang memadai dan merata, menyediakan tenaga pendidik  profesional, menetapkan gaji yang layak bagi pagi para guru, menyiapkan kurikulum berbasis akidah islam. Memberikan pelayanan pendidikan  dengan akses mudah bahkan gratis bagi seluruh warga negara.

Negara memberi perhatian yang sangat tinggi pada bidang pendidikan, karena dari pendidikan yang berkualitaslah akan lahir generasi cemerlang bagi kemajuan peradaban. Oleh karenanya negara memberi perhatian yang tinggi pada pendidikan termasuk memberi gaji yang layak bahkan melampaui kebutuhan para guru. Khalifah Umar bin Khatab pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah sebanyak 15 dinar. Jika dikonversikan dengan emas setata dengan Rp 51 juta tiap bulan. 

Pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari baitul maal, yaitu dari pos fai, kharaj dan pos kepemilikan umum. Seluruh pemasukan negara khilafah baik yang dimasukkan dalam pos fai, kharaj, maupun pos pemilikan umum boleh diambil untuk pembiayaan gaji guru yang layak sehingga para guru tidak perlu lagi mencari pekerjaan sampingan guna memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga mereka bisa fokus untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Tidak seperti yang dialami para guru honorer saat ini. 

Dalam sistem Islam guru adalah aparatur negara. Tidak ada perbedaan apakah guru PNS ataukah honorer, semua guru dimuliakan. Lantas masihkah berharap guru bisa sejahtera pada sistem sekuler kapitalis yang telah nyata tak mampu mensejahterakan rakyat?

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Alfiah
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar