Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kesamaan Istilah Imamah, Khilafah, dan Imaratul Mukminin, berikut Sebutan Pemimpinnya (Imam/Imam A'zham, Khalifah, Amirul Mukminin) Bagian Satu


Topswara.com -- Pertama, Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Mawardi asy-Syafi'i (w. 450 H) 

ويسمى خليفة لأنه خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم في أمته، فيجوز أن يقال يا خليفة رسول الله وعلى الإطلاق فيقال: الخليفة. 

"Imam juga bisa disebut Khalifah karena dia berperan mengantikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam memimpin umat beliau, sehingga boleh mengatakan: wahai Khalifah Rasulullah; dan bisa juga disebut secara mutlak (tanpa embel-embel), sehingga boleh mengatakan: wahai Khalifah."

Al-Mawardi, Abu Al-Hasan. 2006. Al-Ahkam as-Sulthaniyyah. (Kairo: Darul Hadits) hlm 15

Faidah:
Mematahkan asumsi sebagian kalangan yang tidak amanah, membedakan antara imam dan khalifah secara istilah. Bahwa yang diwajibkan adalah Nashbul Imam bukan Nashbul Khalifah. Padahal keduanya sinonim, bahwa wajib Nashbul Imam itu artinya ya wajib Nashbul Khalifah.

Kedua, Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi (w. 676 H) 

يجوز أن يقال للإمام : الخليفة والإمام وأمير المؤمنين

"Boleh hukumnya menyebut pemimpin tertinggi umat Islam itu dengan sebutan: Khalifah, Imam, dan Amirul Mukminin."

An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 1991. Raudhah ath-Thalibîn wa 'Umdah al-Muftîn. (Beirut: al Maktab al Islami) juz 10 hlm 49

Faidah:
Mematahkan argumentasi sebagian kalangan yang menyatakan bahwa yang wajib itu nashbul imam bukan nashbul khalifah. Yang benar bahwa keduanya sinonim, bahwa kewajiban mengangkat imam itu maksudnya ya kewajiban mengangkat khalifah itu sendiri.

Ketiga, Al-Imam Ibnu Khaldun al-Maliki (w. 808 H)

ﻭﺇﺫ ﻗﺪ ﺑﻴﻨﺎ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﻫﺬا اﻟﻤﻨﺼﺐ ﻭﺃﻧﻪ ﻧﻴﺎﺑﺔ ﻋﻦ ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻓﻲ ﺣﻔﻆ اﻟﺪﻳﻦ ﻭﺳﻴﺎﺳﺔ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﻪ ﺗﺴﻤﻰ ﺧﻼﻓﺔ ﻭﺇﻣﺎﻣﺔ ﻭاﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﻪ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻭﺇﻣﺎﻣﺎ ﻓﺄﻣﺎ ﺗﺴﻤﻴﺘﻪ ﺇﻣﺎﻣﺎ ﻓﺘﺸﺒﻴﻬﺎ ﺑﺈﻣﺎﻡ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ اﺗﺒﺎﻋﻪ ﻭاﻻﻗﺘﺪاء ﺑﻪ ﻭﻝﻫﺬا ﻳﻘﺎﻝ اﻹﻣﺎﻣﺔ اﻟﻜﺒﺮﻯ ﻭﺃﻣﺎ ﺗﺴﻤﻴﺘﻪ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻓﻠﻜﻮﻧﻪ ﻳﺨﻠﻒ اﻟﻨﺒﻲ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻪ ﻓﻴﻘﺎﻝ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﺑﺈﻃﻼﻕ ﻭﺧﻠﻴﻔﺔ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ. 

“Setelah kami jelaskan hakikat daripada kedudukan ini, bahwa ia merupakan pengganti daripada Shâhibus Syarî’ah (Rasulullah) dalam menjaga agama (Islam) dan mengatur urusan dunia dengannya (dengan agama). Ia bisa disebut Khilafah dan Imamah. Sedangkan pelaksananya bisa disebut Khalifah dan Imam. Adapun dinamakan Imam, itu karena kemiripannya dengan imam shalat dalam hal wajib diikuti dan dipatuhi. Oleh karenanya ia disebut dengan al-Imâmah al-Kubrâ. Dan dinamakan Khalifah, itu karena ia menggantikan Nabi dalam memimpin umat beliau. Ia bisa disebut Khalifah secara mutlak (tanpa embel-embel), dan juga bisa disebut Khalifatu Rasulillah.” 

Ibnu Khaldun, ‘Abdurrahman bin Muhammad. 1988. Muqaddimah Ibn Khaldûn. (Beirut: Dar al-Fikr) Cet. II, hlm 239

Faidah:
Mematahkan asumsi sebagian kalangan bahwa keduanya berbeda secara istilah. Bahwa yang diwajibkan adalah Nashbul Imam bukan Nashbul Khalifah. Bahwa yang diwajibkan adalah Imamah bukan Khilafah. Yang benar keduanya sinonim, bahwa wajib Nashbul Imam itu artinya wajib Nashbul Khalifah. Wajib Imamah itu artinya wajib Khilafah.

Keempat, Al-Imam Burhanuddin Ibrahim al-Laqqani al-Maliki (w. 1041 H)

الإمام مأخوذ من الإمامة، وهي لغة التقدم، وتنقسم إلى: ... وإلى إمامة مصلحة وهي الخلافة العظمى لمصلحة جميع الأمة. وكلها تحققت له صلى الله عليه وسلم، وحيث أطلقت في لسان أهل الكلام انصرفت للمعنى الأخير عرفا، وهي بهذا المعنى رياسة عامة في أمور الدين والدنيا نيابة عن النبي صلى الله عليه وسلم.

“Kata ‘al-Imâm’ diambil dari kata ‘al-Imâmah’, secara bahasa ia berarti: hal maju ke depan (al-taqaddum). Dia terbagi menjadi: … dan Imamah dalam konteks kemaslahatan, yaitu khilafah yang agung (al-Khilâfah al-’Uzhmâ) untuk kemaslahatan seluruh umat Islam. Semua arti imamah tersebut terrealisasi pada diri Nabi -shallallâhu alaihi wasallam-. Setiap kali kata 'al-imamah' disebutkan secara mutlak (tanpa embel-embel tertentu) oleh ulama kalam maka menurut kebiasaan ('urf) mereka adalah mengacu kepada makna yang terakhir ini (al-Khilâfah al-’Uzhmâ). Yaitu kepemimpinan umum (umat Islam) dalam urusan agama (Islam) sekaligus urusan dunia, menggantikan peran Nabi -shallallâhu alaihi wasallam-.”

Al-Laqqani, Burhanuddin Ibrahim. 2009. Hidâyah al-Murîd li-Jawharah al-Tauhîd. (Kairo: Dar al-Basha`ir), juz 2 hlm 1279

Faidah:
Pertama, membantah sebagian kalangan yang tidak amanah membedakan antara khilafah dan imamah, dengan mengatakan bahwa yang wajib itu imamah bukan khilafah. Padahal keduanya sinonim, sehingga yang dimaksud ulama bahwa imamah itu wajib ya itulah khilafah.
Kedua, jika masih 'ngeyel' bahwa khilafah dan imamah itu berbeda secara istilah (terminologis), silahkan datangkan bukti ilmiah ulama siapa yang membedakan dan bagaimana definisi masing-masing keduanya jika ada. Selamanya tidak akan mampu!

Kelima, Al-Syaikh Abdus Salam bin Ibrahim bin Ibrahim al-Laqqani al-Maliki (w. 1078 H)

ومتى أطلقت الإمامة انصرفت للخلافة. وهي رياسة عامة في أمور الدين والدنيا نيابة عن النبي صلى الله عليه وسلم. 

"Setiap kali kata ‘imamah’ disebutkan secara mutlak (tanpa embel-embel, -penj.) maka dia berarti ‘khilafah’. Yaitu kepemimpinan umum (umat Islam) dalam urusan agama (Islam) sekaligus dunia, sebagai pengganti daripada Nabi -shallallâhu 'alaihi wa sallam-.” 

Abdus Salam, Ibnu Ibrahim bin Ibrahim al-Laqqani. 1955. Ittihâf al-Murîd bi-Jauharah at-Tauhîd. (Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah) hlm. 259-260

Faidah:
Mematahkan asumsi sebagian kalangan bahwa keduanya berbeda secara istilah. Bahwa yang diwajibkan adalah Imamah bukan Khilafah. Yang benar keduanya sinonim, bahwa wajib Imamah itu artinya ya wajib Khilafah itu sendiri.

Bersambung...


Ditulis kembali oleh: Achmad Mu’it 

Disadur dari: Postingan grup FB JEJAK KHILAFAH DI KITAB ULAMA oleh Azizi Fathoni 31 Oktober 2020
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar