Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Keadilan Hukum Sekuler Tunduk di Kaki Pinangki?


Topswara.com -- Kekecewaan rakyat semakin bertambah dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Hukum yang dibuat seolah-olah hanya berlaku pada orang-orang lemah dan tumpul pada orang-orang yang mempunyai kekuatan dan kedudukan. Seperti kasus Pinangki Sirna Malasari.

Sebanyak 16.542 orang telah mendatangani petisi agar jaksa mengajukan kasasi atas vonis Pinangki Sirna Matasari yang disunat. Hukuman mantan jaksa itu sebelumnya disunat dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Pemotongan hukuman itu  pun, mendapatkan kecaman berbagai pihak.(detikNews, 18/7/2021)

Potongan itu di berikan lantaran Pinangki dinilai menyesali perbuatannya. Selain itu, hakim menilai Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.

Pinangki disebut jaksa terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA, Pinangki juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

" Menurut majelis hakim pengadilan negeri Tipikor Jakarta yang mengadili perkara ini, Sirna Malasari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan subsider dan dakwaan kedua tentang TPPU, dan dakwaan ketiga subsider," ketiga jaksa Yanuar Utomo Tipikor Jakarta, jalan bungur besar raya, Jakarta pusat, senin (11/01/2021)

Sistem demokrasi akan melahirkan penguasa atau pemegang kekuasaan yang tidak adil dan tidak bijaksana atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan, termaksud sanksi hukuman Pinangki yang di sunat. Meskipun Pinangki melakukan tiga kejahatan sekaligus tetapi masih juga mendapatkan korting hukuman dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.

Keputusan jaksa hanya menambah kekecewaan rakyat. Luka lama yang belum sembuh kini menambah luka baru. Jika keadilan di negeri ini hilang, akan kemana lagi rakyat mengadu dan meminta perlindungan? Jika penguasa hari ini pilih kasih. Bukan rahasia lagi, jika sanksi hukum ala kapitalis hanya berlaku pada orang-orang lemah atau rakyat jelata dan tumpul pada orang-orang yang mempunyai jabatan.

Demikianlah, sistem kapitalis yang memisahkan kehidupan dengan agama, hingga hukum yang dibuat sendiri bisa diubah sesuai keinginan mereka. Tanpa melihat halal haram. Berbeda dengan Islam, hukum Syara' yang berasal dari Sang Pencipta yakni Allah SWT. 

Didalam Islam, untuk kejahatan korupsi akan diberlakukan sanksi ta'zir yakni dari jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim, dari bentuk sanksinya yakni nasehat, teguran dari hakim, penjara, penggunaan denda, pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa, hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas yakni hukuman mati (bisa digantung atau dipancu). Sanksi ta'zir ini berlaku sesuai kejahatan yang di perbuat, agar hukuman yang diberikan si pelaku mendapatkan efek jera dan penembus dosa di yaumil hisab nanti atas kejahatan yang dia lakukan.

Ada beberapa langkah dalam Islam untuk mencegah korupsi yakni: pertama, rekrutmen SDM aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, kedua, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya, ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparat negara, keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara, Rasulullah SAW, bersabda yang artinya: 

"Telah terjadi kecurangan dan pada hari kiamat pelakunya akan mendapatkan azab, rasulullah saw berkata” laknat Allah atas penyuap dan penerima suap,” (HR Abu Dawud)

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW berkata ”hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur,” (HR Ahmad).

Kelima, Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Keenam, adanya teladan bagi pemimpin, ketujuh, pengawasan oleh negara dan masyarakat.

Jelas, Islam adalah solusi dari berbagai problematika kehidupan manusia, termasuk dalam kasus korupsi 

Demikianlah, sistem Islam memberikan hukuman bagi pelaku korupsi, agar si pelaku sadar atas apa yang di lakukan adalah salah, dan bersegera taubat. Maka semua itu tidak bisa terwujud jika syariat Islam tidak diterapkan dalam naungan khilafah. Tugas kita adalah mendakwahkan Islam ditengah-tengah umat bahwa solusi dari berbagai macam permasalahan yang terjadi adalah hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah.

Waulahu a'lam bisshawab

Oleh:  Fiani, S.Pd
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar