Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Masalah Palestina adalah Masalah Umat Islam


Topswara.com -- Serangan Israel terhadap muslim Palestina Pada tanggal 7 Mei 2021 berbuntut panjang. Pro kontra pembelaan terhadap Palestina terus terjadi di media.  Tidak ketinggalan para tokoh pun berkomentar.  Awalnya mereka membahas bahwa Palestina bukan masalah agama.  Kemudian berlanjut dengan Palestina bukan masalah kita. (kompas.tv,17/05/2021) Benarkah demikian?

Negeri Dalam Kitab Suci

Membahas Palestina berarti membuat kita membuka surat Al Isra ayat 1 dalam Al-Quran yang artinya: "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Membahas Palestina berarti membahas Al-Quds, di sana ada Baitul Maqdis. Tempat tinggal beberapa Nabi dan Rasul. Tempat Rasulullah pernah shalat disana dan di-Mi’raj-kan.  Baitul Maqdis pun menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum turun wahyu berkiblat ke masjidil haram.  

Lalu tiba-tiba ada yang mengatakan bahwa masalah Palestina bukan masalah agama? Padahal berserakan bukti di kitab suci Yahudi maupun muslim tentang hal itu.  Gus Baha pun mengatakan bahwa baik Yahudi dan Islam sama-sama merasa menjadi bagian dari Palestina.  Sebab, memang demikian yang ada dalam kitab suci mereka (okezone, 17/05/20210). 

Kenyataannya memang serangan yang terjadi sejak tahun 1948 yang dilancarkan Yahudi Israel selalu menyasar muslim Palestina.  Walaupun ada penduduk Palestina yang beragama lain.  Namun faktanya selalu masjidil Aqsa yang menjadi sasaran utama,  muslim yang sedang shalat dan aktivitas keagamaan lainnya.

Mengapa masih juga ada pernyataan bahwa masalah Palestina bukan masalah agama? Apakah ada alasan yang menakutkan dan mengancam jika semua masyarakat menyadari hal tersebut?

Ikatan Akidah

”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (ikhwah),…” (TQS Al- Hujurat [49]: 10.  Dari ayat ini Ibnu Katsir mengatakan makna ikhwah adalah orang beriman adalah bersaudara dalam agama. Jadi, ikatan diantara mereka adalah agama, karena akidah Islam.

Sebagian ulama mengatakan bahwa ayat ini menjelaskan persaudaraan kaum mukmin lebih kuat daripada ikatan darah saudara kandung.

Pun Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Tali ikatan persaudaraan seagama lebih kuat daripada ikatan persaudaraan nasab. Sebab ikatan persaudaraan nasab terputus karena berbeda agama sedangkan ikatan persaudaraan seagama tidak akan terputus karena berbeda nasab.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sehingga sudah seharusnya jika muslim Palestina mengalami musibah, maka seluruh muslim di dunia termasuk di negeri kita ikut merasakannya. Menurut Sayyid Qutbh, begitulah implikasi dari persaudaraan karena agama. Hendaknya di antara mukmin ada rasa cinta, perdamaian, kerja sama dan persatuan menjadi landasan utama masyarakat muslim. 

Apalagi ditambah dengan hadist Rasulullah SAW. “Barangsiapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan umatku ( umat Nabi Muhammad SAW).” (HR. Muslim)
 
Maka wajib bagi muslim melihat persoalan Palestina adalah persoalan muslim di seluruh dunia. Bukan persoalan bangsa Palestina dan Israel saja.

Persatuan Umat Islam Solusi Palestina

Apa yang akan seseorang lakukan jIka rumah saudaranya dirampok, anggota keluarganya dibunuh dan disiksa? Apa langkah terbaik yang harus diberikan? Membiarkannya, memberinya obat dan makanan, melaporkan pada tetangga, membiarkan perampoknya dan saudaranya berbagi ruangan di rumahnya, atau memanggil polisi untuk melumpuhkan para perampok dan mengeluarkannya dari rumah saudaranya? 

Begitulah kondisi muslim Palestina.  Seharusnya seluruh muslim di dunia mengirimkan tentara untuk membantu muslim Palestina berperang melawan Israel. Namun mengapa umat Islam tidak mampu melakukannya? 

Sebenarnya kaum Yahudi sudah lama berusaha menguasai Palestina, yakni sejak Palestina ada dalam naungan Kekhilafahan Turki Utsmani (1876-1909 M). Seorang tokoh Zionis Israel, Theodore Herzl, berusaha membujuk Sultan Abdul Hamid II untuk memberikan Palestina ke tangan Israel. Ternyata, permintaan tersebut ditolak Sultan Abdul Hamid II, khalifah saat itu.  Nampak jelas khalifah adalah perisai umat Islam, melindungi dari ancaman Yahudi.

Akan tetapi, kaum Yahudi tidak putus asa. Mereka berusaha menggalang dukungan internasional untuk menyukseskan misi Zionis, yakni membentuk negara Yahudi di Palestina. Dukungan utama datang dari Inggris yaitu Deklarasi Balfour (diambil dari nama Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour), pada 2 November 1917, kepada Presiden Federasi Zionis Inggris, Lord Rothchild. 

Akhirnya semua rencana mereka berjalan mulus ketika kekhilafahan telah diruntuhkan 1924. Perisai umat telah hancur. Persatuan umat Islam kemudian dipecah menjadi beberapa negara kecil. Bersamaan dengan dihembuskannya paham nasionalisme. Sekat inilah penyebab umat Islam tidak mampu menolong muslim Palestina. 

Oleh sebab itu agar umat Islam mampu menolong saudaranya, tidak ada cara lain kecuali harus kembali bersatu.  Umat harus berada dalam satu kepemimpinan, yakni khilafah. Ialah yang
mampu mengirimkan bantuan tentara melawan Israel. Sebagaimana dulu Umar bin al-Khathtahb juga Shalahuddin al-Ayubi membebaskan Palestina.

Pun, hanya khilafahlah yang mampu menjaga, menjadi perisai Al-Quds, negeri Palestina dengan baik. Terbukti ketika Palestina jatuh ke tangan pasukan salib, semua muslim dibantai tanpa kecuali dengan cara digorok lehernya, mengoyak perutnya, membakar dan mengorek abunya karena mengira kaum Muslim menelan kepingan emas ( Al-Maghluts, S. 2009. 
Atlas Perang Salib. Hlm. 92-93). 

Begitu pula ketika Al-Quds ada dalam kekuasaan Yahudi Israel saat ini, umat Islam terus menerus diserang, dibunuh dan diusir dari rumah dan tanah mereka. 

Sebaliknya ketika Al-Quds ada dalam naungan kekhilafahan, seluruh agama hidup aman dan rukun dalam perbedaan.  Ketika Khalifah Umar bin Khaththab membebaskannya, ia membuat naskah perjanjian damai untuk melindungi Nashrani, dan mengatur kaum  Yahudi  ( Ash-Shalabi, A. M. 2013. Biografi Umar bin al-Khaththab. Hlm. 737-738). 

Hal ini juga dilakukan oleh para khalifah sesudahnya. Semuanya memberi perlindungan keamanan yang sama kepada seluruh warga negara Daulah Khilafah Islamiyah.

Sesungguhnya masalah Palestina adalah masalah seluruh umat Islam.  Pun tak bisa dipungkiri bahwa masalahnya terkait dengan agama.  

Sehingga sudah sewajarnya umat Islam menyelesaikan persoalan Palestina dengan bersatu di bawah kepemimpinan Khilafah.  Kemudian mengirim tentara untuk memerangi Yahudi Israel. Wallahu a'lam


Oleh: Dewi Masitho, M.Si
(Aktivis Dakwah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar