Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berawal dari Azan yang Mengganggu


Topswara.com -- “Berbeda dengan agamaku dulu, Islam sangat masuk akal karena mengajarkanku untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Pencipta, Allah SWT.”

Harus diingat aku datang dari Barat yang punya makna lain dalam melihat segala hal. Aku lahir dengan nama Dale Andrew Collins-Smith di Skotlandia pada 1963. Aku menjadi yatim piatu sejak berumur 20 tahun. Bila orang Timur mengatakan bahwa Barat diskriminatif, justru orang-orang Barat memandang Timurlah yang demikian. 

Apalagi waktu aku kecil, semua media massa di Barat memberitakan betapa buruknya Islam, terutama terkait dengan pemberitaan revolusi Islam di Iran yang dipimpin Ayyatullah Khamaini. Sehingga di Barat ada musuh bersama yang harus direndahkan dan dibenci. Diopinikanlah bahwa Islam itu buruk dan berbahaya bagi masyarakat.

Itu semua berpengaruh juga kepadaku. Untung saja kedua orang tuaku tidak demikian. Meskipun mereka berdua tidak beragama, mereka tidak suka berburuk sangka. Mereka selalu mengajarkan jangan langsung percaya dari pemberitaan media massa karena beritanya tidak seimbang atau dari siapa pun yang akan mengotori pemikiranku. 

Aku diharuskannya mencari kejujuran dan kebenaran. Karena yang diskriminatif adalah sifat manusia yang belum paham suatu permasalahan jadi bukan Timur saja yang diskriminatif atau sebaliknya. 

Masuk Budha

Ketika umurku sepuluh tahun, di sekolah, aku banyak mendapatkan cerita tentang Budha. Budha mengajarkan kasih dan tidak suka menyakiti orang. Aku memang menyukai pribadi yang seperti itu. Pada waktu itu aku berpikir misi Budha cocok untukku. Aku pun masuk agama Budha. Orang tuaku tidak mempermasalahkannya. Mereka menyerahkan urusan agama kepadaku, mana yang kurasa cocok ya silakan peluk. 

Singkat cerita, setelah lulus kuliah kesenian dan keterampilan di Australia, pada 1994 aku pindah ke Indonesia karena mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan kerajinan di Yogyakarta yang mempekerjakan sedikitnya 700 karyawan. 

Memang ada perasaan waswas ketika pertama kali aku datang ke negara yang berpenduduk mayoritas Muslim ini. Tapi lama-lama aku merasa, walaupun mereka Muslim, mereka semua sama manusia juga. Mau bekerja keras untuk menghidupi keluarga, menjaga kesehatan dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.

Aku teringat nasihat orang tua, harus pakai akal, jangan mengedepankan buruk sangka. Sejak saat itu aku mulai berpikir mengapa mesti takut mengapa harus curiga. Mereka sama sekali tidak menunjukkan sikap permusuhan kepadaku. 

Awalnya aku tinggal mengontrak rumah bersama teman. Namun seiring waktu berjalan, aku kemudian bertemu Bapak Soeparno. Bapak orangnya baik sekali. Meskipun Bapak sudah punya anak lima, aku malah diangkat menjadi anaknya juga. Aku pun tinggal bersamanya.

Rumah Bapak sangat berdekatan dengan mushala. Awalnya setiap azan Shubuh aku merasa terganggu. Aku bangun karena kaget. Lama-lama jadi terbiasa dan bahkan untuk berikutnya aku bangun beberapa menit sebelum azan berkumandang. 

Padahal sejak kecil aku tidak pernah bangun pagi. Aku pun merasa heran kok bisa begitu. Aku penasaran dan bertanya-tanya tentang Islam kepada banyak orang yang sering shalat ke mushala, salah satunya adalah Pak Sigit. 

Pak Sigit membantu dengan beberapa komentar yang membuat aku lebih yakin karena  apa yang diajarkan dalam Islam lebih cocok dengan sifat, sikap, keinginanku. Salah satu komentar beliau adalah ada orang Islam, tapi bukan Muslim, itu maksudnya orang yang  mengaku Islam tapi perilakunya tidak baik. 

Nah di sana aku mengerti kita tidak bisa menilai dari apa yang mereka katakan tetapi harus juga dilihat apakah yang dikatakannya sesuai tidak dengan prilakunya. Untuk mengetahui Islam lebih dalam, aku pun akhirnya banyak membaca buku-buku Islam.

Masuk Islam

Akhirnya aku pun sadar bahwa agama yang kuanut selama ini tidak sempurna karena hanya mengajarkan berbuat baik kepada orang, toleransi, introveksi diri, kembali kediri untuk prilaku sendiri. Tidak diajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan Sang Maha Pencipta. Ternyata suara yang menggangguku tiap shubuh itu merupakan seruan kepada manusia untuk melakukan shalat, komunikasi dengan Allah Sang Maha Pencipta. 

Sungguh sangat masuk akal Laa ilaha ilallah, tiada Tuhan selain Allah itu. Minimal lima kali dalam sehari berkomunikasi dengan Allah. Manusia pun dikategorikan telah terus membuka komunikasi dengan Allah bila dalam doa, dalam pikiran sehari-hari dan dalam prilaku sesuai dengan teladan Muhammadarrasulullah, Muhammad utusan Allah. Pada 1999, aku pun masuk Islam di mushala itu. 

Sewaktu membaca syahadat aku terharu sekali, sampai menitikan air mata. Aku diberi nama Muslim, Wahyu, oleh ayah angkatku. Waktu itu aku meminta untuk tidak diberi nama Muhammad, karena hampir semua orang bule yang masuk Islam namanya Muhammad. Aku ingin berbeda. Aku juga mencantumkan nama bapak angkatku Soeparno di belakang nama Wahyu, untuk menghormati beliau. [] 

Joko Prasetyo | diolah dari wawancara dengan Wahyu Soeparno Putro


Boks 1
Soeparno, Ayah Angkat Wahyu 
TIDAK ADA YANG PAKSA MASUK ISLAM

Wahyu orangnya pandai beradaptasi dengan keluarga saya, dengan lingkungan sekitar. Masuk Islam setelah belajar sendiri tentang Islam. Dari hati nuraninya mau masuk Islam. tidak ada yang mengajak atau memaksanya. Memang ada perubahan sikap dari Wahyu, sekarang lebih baik lagi. Kini lebih serius lagi dalam beribadah tidak seperti dulu, yang masih suka seneng-seneng. Lebaran atau juga ketika ada waktu luang Wahyu pulang ke Yogyakarta menemui saya. [] Joy


Boks 2
Faizah Ahadiah Trisnawati, Anggota Kru Rahasia Sunnah
 

Aku kenal Mas Wahyu sudah hampir setahun. Kru Rahasia Sunnah ada enam orang, termasuk Mas Wahyu. Kami sudah merasa seperti saudara. Profesionalitas kerjanya oke, tidak pernah bermasalah. Aku kagum ia sudah mualaf. Ketika kerja, masuk waktu shalat, kami berhenti dulu, saling mengingatkan untuk shalat dulu. Keinginan untuk belajar agamanya juga besar, setiap ada kesempatan selalu digunakannya untuk berdiskusi tentang banyak hal terkait ibadah, sosial, keluarga dan lain sebagainya.[] Joy


Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 6 (awal Februari 2009).
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar