Topswara.com -- Kemiskinan yang terjadi di negeri ini masih menjadi masalah yang signifikan khususnya pada generasi yang belum terselesaikan hingga sekarang. Berbagai cara pun dilakukan oleh pemerintah seperti pendidikan berasrama. Dengan program ini, pemerintah berharap bisa menuntaskan kemiskinan yang terjadi saat ini.
Demikian dikutip dari pemikiran rakyat.com, pada 8 Juni 2025, Kementerian Sosial (Kemensos) bersama pemerintah Kabupaten Bandung menargetkan ratusan anak miskin ekstrem untuk bersekolah di sekolah rakyat. Hal ini hanya berlaku bagi masyarakat yang masuk kategori desil 1 atau kategori miskin dan miskin ekstrem.
Masyarakat miskin ekstrem atau kategori desil 1 adalah kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan paling rendah. Menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), mereka tergolong dalam kategori miskin ekstrem karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendidikan.
Informasi sekolah rakyat tersebut sebagaimana yang dikutip dari Radar Kediri bahwa Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) akan segera meluncurkan program yaitu pendidikan berasrama bertajuk Sekolah Rakyat, yang menyasar anak-anak dari keluarga miskin ekstrem hingga anak jalanan.
Program ini dijadwalkan mulai berjalan pada 14 Juli 2025 dan menyediakan layanan pendidikan secara gratis total dari jenjang SD, SMP hingga SMA (Radar Kediri, 11 Juli 2025)
Program ini disinyalir untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan untuk rakyat, namun benarkah program ini mampu untuk mengentaskan kemiskinan?
Nampaknya kebijakan ini perlu analisis mendalam, pasalnya kemiskinan yang terjadi merupakan kemiskinan yang terstruktural, bukan kemiskinan yang alamiah. Jadi, penanganan untuk mengentaskan kemiskinan juga harus terstruktur.
Sejatinya rencana pembangunan sekolah rakyat oleh pemerintah mengindikasikan kegagalan negara dalam menyediakan akses pendidikan yang merata dan berkualitas. Sekolah negeri tidak mampu menjangkau seluruh rakyat, sementara sekolah swasta terlalu mahal bagi keluarga miskin.
Membangun sekolah rakyat dengan tujuan menghapus kemiskinan sepintas memang tampak bagus. Namun rencana sekolah rakyat untuk keluarga miskin justru meningkatkan kesenjangan sosial antara masyarakat kaya, menengah dan masyarakat miskin.
Sedangkan pendidikan merupakan hal bagi setiap warga negara Indonesia tanpa memandang status ekonomi baik kaya maupun miskin.
Di samping itu program sekolah rakyat ini, merupakan kebijakan yang tumpang tindih dengan kementerian pendidikan. Sebab, kebijakan ini di inisiasi oleh Kemensos (kementerian sosial).
Menurut pakar pendidikan, seharusnya program sekolah rakyat menjadi kewenangan kementerian pendidikan bukan kementerian sosial. Belum lagi yang harus dikritisi juga, keberadaan sekolah-sekolah negeri milik pemerintah yang tidak dioptimalkan.
Banyak sekolah yang kurang murid, sekolahnya banyak yang rusak, namun nampaknya pemerintah lebih memilih untuk membuat program baru yaitu sekolah rakyat dibandingkan dengan mengoptimalkan sekolah negeri yang ada.
Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini rakyat harus mendapat perlakuan pelayanan dan fasilitas yang sama. Sekolah rakyat seharusnya mengakomodasi semua lapisan masyarakat kata rakyat janganlah tersemat hanya pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan miskin, seakan-akan ketika kita menyebut rakyat maka sudah mengarah bahwa yang dimaksud ialah orang miskin dan orang kaya.
Pendidikan berkasta sangat mungkin terjadi dalam sistem pendidikan kapitalisme, yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis untuk menjadi lumbung uang.
Tatkala layanan publik seperti sektor pendidikan menjadi ladang bisnis maka saat itulah pendidikan menjadi mahal alias berbayar. Jika pun pendidikan dibuat gratis biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dan fasilitas seadanya. Inilah realitas pendidikan dalam sistem kapitalisme.
Jelas sistem pendidikan sekuler menjadikan pendidikan sebagai komoditas bisnis. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang menyerahkan penyelenggaraan pendidikan kepada swasta.
Alhasil pendidikan menjadi eksklusif mereka yang kaya mendapatkan akses terbaik, sementara rakyat miskin harus puas dengan kualitas yang minim. Solusi jangka pendek seperti sekolah rakyat hanyalah tambal sulam yang tidak menyentuh akar permasalahan.
Pendidikan dalam Islam
Pendidikan dalam Islam adalah hak setiap individu dan menjadi tanggung jawab penuh negara khilafah. Negara khilafah bertindak sebagai ra’in (pengurus rakyat), bukan sekedar pengatur. Pendidikan diberikan secara gratis dan berkualitas didanai oleh Baitul mall bukan melalui pungutan dari rakyat.
Sementara itu sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang memiliki kepribadian Islam dan ter arah tujuan hidup. Kita ketahui bahwa hanya negara khilafah lah yang mampu mewujudkan rahmatan lil alamin dan fungsinya sebagai pengurus kemaslahatan masyarakat sebagai pusat penerapan sistem pendidikan Islam.
Khilafah pun tak saja mampu menghadirkan kemewahan non fisik di lingkungan pendidikan, melainkan juga kemewahan fisik yang semakin menguatkan keistimewaan satuan pendidikan khilafah.
Bangunan dan gedung didesing bagi terwujudnya secara sempurna karakter istimewa sistem pendidikan khilafah, berupa rancangan infrastruktur satuan pendidikan yang indah dan megah lengkap juga dengan berbagai sarana dan prasarana dengan teknologi terkini yang memenuhi keamanan, kenyamanan dan proses belajar mengajar.
Bahkan, pendidikan dalam negara Islam menjadi pusat peradaban dunia. Khasanah keilmuan yang luar biasa, sehingga menghasilkan para ahli dan pakar dibidangnya.
Dalam sejarah, perkembangan ilmu yang luar biasa berkembang pesat di seluruh bidang bahkan sampai saat ini keilmuan dipakai oleh dunia pendidikan, seperti ilmu kedokteran yang dilahirkan oleh Ibnu Sina.
Dengan demikian, jika mengharapkan pendidikan terbaik, berkualitas, dan gratis untuk seluruh rakyat hanya ada pada sistem Islam kaffah. Karena dengan penerapan sistem Islam maka segala permasalahan yang ada di negeri ini mampu terselesaikan khususnya masalah kemiskinan dan pendidikan.
Wallahu alam bisshawwab.
Hamsia
(Pegiat Literasi)
0 Komentar