Topswara.com -- Indonesia terkenal memiliki banyak suku dan budaya. Negeri ini juga mempunyai ragam agama dan kepercayaan. Tidak heran bila kemudian terjadi pencampuran adat dengan agama. Keduanya berusaha disandingkan supaya bisa sama-sama eksis. Terlebih lagi ini dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan pariwisata.
Inilah yang terjadi dalam Grebeg Suro di Ponorogo. Grebeg Suro digelar tak hanya dalam rangka memperingati tahun baru Islam 1 Muharram atau Suro dalam kalender Jawa, tetapi juga sebagai ajang pelestarian budaya.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko menegaskan bahwa Grebeg Suro bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga menjadi upaya daerah dalam melestarikan budaya leluhur sekaligus memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Grebeg Suro menjadi wadah bagi Reog Ponorogo yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO. Perhelatan Grebeg Suro juga menjadi panggung seni budaya dan etalase potensi industri kreatif Ponorogo sekaligus ajang pembuktian kota ini layak bergabung dalam bagian dari jejaring Kota Kreatif UNESCO. (news.detik.com, 27-6-2025)
Melestarikan Budaya, Meningkatkan Pariwisata
Pelestarian adat dan budaya sebagai upaya untuk memajukan pariwsata dan ekonomi kreatif sedang getol dilakukan pemerintah. Salah satunya melalui perhelatan Grebeg Suro yang menandai kegiatan awal dalam menyongsong Tahun Kunjungan Wisata Jawa Timur setiap tahun. Sejumlah acara seperti Festival Nasional Reog Penorogo, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa digelar.
Dengan maraknya acara kebudayaan semacam itu diharapkan pariwisata juga ikut semarak sehingga menarik banyak wisatawan. Berkembangnya pariwisata akan menggerakkan sektor jasa dan perdagangan. Lapangan pekerjaan dalam sektor ini akan tumbuh dan menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.
Selain itu, meningkatnya pariwisata juga digadang-gadang dapat menghasilkan pemasukan untuk daerah. Melalui berbagai pajak dan kontribusi yang disumbang sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, pemerintah dapat meningkatkan pendapatan daerahnya. Namun, benarkah demikian?
Pariwisata Maju, Rakyat Sejahtera?
Realitasnya, pariwisata yang meningkat tak menjamin perekonomian masyarakat juga ikut terangkat. Raja Ampat, Papua contohnya. Meskipun terkenal dengan kekayaan dan keindahan alamnya yang luar biasa, tetapi Papua masih menjadi wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Banyak penduduknya yang hidup miskin dan kekurangan. Angka stunting juga tinggi di wilayah ini.
Kalau pun sektor wisata memberi manfaat bagi rakyat, tetapi itu hanya dalam jumlah sedikit. Yang menangguk untung besar adalah pengusaha yang oleh mengelola alam tersebut. Rakyat hanya memperoleh uang receh, sedangkan para pengusaha atau pemilk modal itu menikmati uang besarnya.
Rakyat juga masih harus menanggung kerusakan lingkungan akibat tata kelola yang kapitalistik atau mengedepankan keuntungan semata. Namanya pengusaha tentu yang dikejar adalah profit sehingga tak memedulikan yang lainnya, termasuk kelestarian lingkungan. Bila begini, bukannya sejahtera, rakyat malah makin sengsara.
Kelola SDA dengan Tepat
Itulah yang terjadi ketika sistem kapitalisme sekuler menjadi mindset dalam mengelola alam, manusia, dan kehidupan. Materi menjadi tujuan yang diraih dengan segala cara sehingga kerusakan pun terjadi. Karena itu, sudah waktunya kita menengok pada sistem lain yang mampu mengatur ketiganya dengan baik dan itu adalah Islam.
Ketika Islam diterapkan, alam tidak akan dikapitalisasi atau diserahkan pada swasta. Syariat Islam menetapkan negara sebagai pengelola alam dengan segala potensinya untuk kemaslahatan rakyat. SDA yang jumlahnya melimpah di alam merupakan kepemilikan umum sehingga tidak boleh dikuasai oleh privat, baik individu ataupun asing.
Pengelolaan SDA sesuai syariat akan membuka lapangan pekerjaan yang luas sehingga rakyat dapat memperoleh penghasilan darinya. Hasil dari pengelolaan SDA juga akan mampu membiayai pembangunan fasilitas dan pelayanan untuk publik.
Sektor pariwisata tidak akan dijadikan sebagai sumber pemasukan. Negara memiliki sumber tetap, yakni pertanian, perdagangan, industri, dan jasa sebagai tulang punggung dalam membiayai perekonomiannya. Sumber lainnya adalah dari zakat, jizyah, kharaj, fai, ganimah, dan pajak.
Islam Kaffah
Melestarikan budaya demi menghasilkan cuan dari pariwisata bukanlah jalan yang tepat. Terlebih lagi bila adat budaya tersebut ternyata mengandung klenik, syirik, atau maksiat, maka jelas bertentangan dengan syariat dan tidak boleh dilanggengkan.
Pentingnya penerapan Islam kaffah oleh negara. Seluruh sendi kehidupan diatur menurut syariat sehingga mendatangkan maslahat bagi seluruh rakyat. Penerapan Islam kaffah tak hanya menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup, tetapi menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan kemungkaran.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar