Topswara.com -- Ada yang menarik dari podcast Raymond Chin bersama Ustaz Felix selama bulan Ramadhan kemarin, yakni ketika tamu undangannya Pak Anies Baswedan. Semua orang tau beliau adalah mantan Menteri Pendidikan, Mantan Gubernur DKI Jakarta.
Ada hal yang menarik ketika membahas pendidikan, beliau berkata, apakah jumlah bangku SD, sama dengan bangku SMP, sama dengan bangku SMA? Di kabupaten, kota tempat Anda tinggal. Kalau tidak sama berarti kabupaten, wali kota Anda tidak berniat menyekolahkan setiap anak.
Benar juga, jumlah bangku SD lebih banyak daripada SMP dan SMA, untuk Universitas pun harus ke kota dulu untuk bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Di daerah hanya ada Universitas yang kurang baik dari segi peminat maupun fasilitas belajar. Maka tidak heran banyak anak yang putus sekolah, baik ditingkat SMA maupun perguruan tinggi.
Fakta menunjukkan berdasarkan data BPS, tingkat putus sekolah di jenjang SMA mencapai 33.21%, dengan 26.75% di kota dan 43.62% di desa. Beberapa faktor penyebab putus sekolah antara lain kesulitan ekonomi, kurangnya minat belajar, pengaruh pergaulan, dan masalah kesehatan mental.
Sangat tinggi sekali prosentase anak yang tidak bisa melanjutkan kependidikan tinggi, bagaimana bisa disebut Indonesia emas jika masih banyak anak putus sekolah.
Artinya sejak awal negara tidak benar-benar mengurus rakyatnya. Padahal pendidikan adalah hak dasar yang harus didapat oleh rakyat. Ketika negara berlepas tangan dari pendidikan maka ini adalah pasar bagi swasta untuk berjual beli di sektor pendidikan, bahkan mereka memberikan fasilitas yang fantastis, disatu sisi orang tua dituntut untuk membayar mahal, inilah realita pendidikan di sistem kapitalisme.
Kemudian ada statemen yang menarik, pendidikan adalah untuk mengembangkan seluruh potensi untuk dia menjadi pribadi yang bermanfaat dan memegang nilai-nilainya dengan baik dan benar, sehingga dia menjadi pribadi yang kehadirannya bermanfaat, bermanfaat bagi keluarga, kalau dia bekerja bermanfaat untuk pekerjaannya, lingkungannya, kebermanfaatan kalau dalam aspek komersial namanya buruh, karena dia datang membawa manfaat dalam bentuk kerja sama, tetapi kebermanfaatan bukanya hanya komersial, tetapi sosial, dia menjadi pribadi yang bermanfaat bagi lingkungannya. Intinya mengembangkan potensi sehingga bermanfaat dan menghasilkan nilai.
Apa yang disampaikan beliau benar juga, karena dalam Islam pendidikan bukan untuk mencari pekerjaan namun untuk diamalkan, ketika ada permasalahan umat, maka bagaimana ilmu yang didapat dapat menyolusikan permasalahan yang ada.
Ketika berbicara pekerjaan ini ranah negara yang wajib menyediakan lapangan pekerjaan terutama bagi laki-laki. Sehingga tidak akan ada lagi yang namanya salah pilih jurusan, atau jenis pekerjaannya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Memang benar pembangunan sumber daya manusia hasilnya tidak bisa langsung dirasakan dalam 5 tahun atau 10 tahun kedepan, bisa jadi 15 tahun atau 20 tahun kedepan, berbeda dengan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya bisa langsung dirasakan mungkin 3 tahun, atau 5 tahun kedepan, dan terlihat nyata keberadaannya. Sehingga pendidikan tidak menjadi sektor prioritas dalam sistem hari ini.
Berbeda dengan Islam, pendidikan sangat menjadi sektor prioritas untuk melahirkan generasi emas, bukan itu saja negara juga wajib menanamkan kurikulum yang berbasis akidah Islam, karena bangkitnya seseorang dari bangkitnya pemikiran, jika pemikirannya telah diisi oleh visi akhirat maka segala aktivitasnya akan sejalan dengan visinya, akan menjadi manusia-manusia paling tangguh, seperti Muhammad Al Fatih di usianya 21 tahun mampu membebaskan Konstantinopel
Pendidikan harus dipandang sebagai investasi bukan cost sehingga diperlukan kepemimpinan visioner.
Selanjutnya, Pak Anis menyoroti kondisi orang tua hari ini, yakni kurang memperhatikan bagaimana caranya menjadi orang tua pendidik yang baik. Hingga beliau membuat sebuah program mempersiapkan untuk menjadi orang tua.
Sejatinya, program Pak Anis ini telah ada dalam Islam. Islam adalah seperangkat aturan bukan hanya mengatur ibadah ritual tetapi juga aturan dalam bermasyarakat bahkan bernegara, Islam memandang anak adalah amanah sehingga sebelum orang tua diberikan amanah mendidik anak, perlu dipersiapkan orang tua yang tangguh, orang tua perlu dididik dengan Islam. Ketika ingin melahirkan anak tangguh dimulai dari orang tua yang tangguh.
Namun hari ini, tidak ada peran negara yang membekali orang tua sebagai pendidik, orang tua disibukkan untuk bekerja sehingga lalai dalam mendidik anak-anaknya. Lalu bagaimana akan melahirkan generasi emas, jika orang tua sibuk mencari penghidupan?
Oleh karena itu seharusnya fungsi pendidikan ada dalam peran negara, semua itu bisa terlaksana ketika ada daulah Islam bukan sistem kapitalisme saat ini, yang melepaskan fungsi negara dari kepengurusan rakyatnya.
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar