Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Biaya Haji Melonjak: Kapitalisasi Ibadah, Sistem Makin Tak Berkah


Topswara.com -- Ibadah haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap individu Muslim yang mampu. Selain bernilai  ibadah mahdhah, ibadah haji pun memiliki nilai politik dalam syiar agama Islam. Yang tampak ketika kaum muslimin seluruh dunia berkumpul wukuf bersama di Padang Arafah. 

Ikatan akidah-lah yang menyatukan seluruh laum muslim dunia. Kitab Suci Al-Qur'an yang sama serta kiblat yang satu. Tak ada perbedaan strata atau kelas. Inilah luar biasanya ibadah haji, menyatukan seluruh kaum muslimin dunia demi syiar mengumandangkan agama Allah SWT.

Namun sayang, kini biaya haji diwacanakan akan melambung tinggi. Kementerian Agama secara resmi akan mengusulkan kenaikan biaya haji menjadi Rp 98,8 juta (Radar Bogor, 20/1/2023). 

Instrumen pembiayaan yang harus ditunaikan para calon jamaah (direct cost) sebesar Rp 69 juta per jamaah. Rata-rata calon jamaah telah membayar uang muka di awal sebesar Rp 25 juta. Sisanya Rp 44 juta, harus segera dilunasi menjelang pemberangkatan.

Berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), biaya haji dari tahun ke tahun terus merangkak naik (Radar Bogor, 20/1/2023). Biaya direct cost (biaya yang langsung dibayarkan jamaah) tahun 2019, dilaporkan sebesar Rp 35, 24 juta. 

Sementara indirect cost (biaya haji yang berasal dari pengelolaan BPKH), sebesar Rp 33,92 juta. Tahun 2020 dan 2021, tak ada keberangkatan haji sebagai dampak pandemi. Keberangkatan haji dilanjutkan kembali pada tahun 2021, dengan direct cost sebesar Rp 39,89 juta, dan indirect cost sebesar Rp 57,91 juta. Dan tahun 2023, direct cost diusulkan naik hingga mencapai Rp 69,1 juta sedangkan indirect cost sebesar Rp 29,7 juta (Radar Bogor, 20/1/2023).

Kebijakan pemerintah tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Beban jemaah haji tahun ini lebih besar yaitu sebesar 70 persen. Sementara biaya indirect cost, yang disubsidi BPKH sebesar 30 persen. 

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil demi menyeimbangkan antara veva jamaah haji dan keberlanjutan "hidup" BPKH. Prinsip istithoah (kemampuan) dijadikan prinsip utama dalam persyaratan ibadah haji tahun ini.

Sementara jumlah kuota tahun 2023 adalah 221.000 jamaah haji. Dan jumlah ini adalah jumlah kuota terbanyak di dunia. Kuota ini terdiri dari 203.320 jamaah haji reguler dan 17.680 jamaah haji khusus. Dan petugas haji ditetapkan ada 4.200 petugas (detiknews.com, 22/1/2023).

Besaran biaya yang ditetapkan pemerintah membuat umat berpikir dua kali untuk melangsungkan ibadah haji. Biaya tersebut memberatkan para calon ibadah haji. Lantas, bagaimana bisa menunaikan ibadah haji dalam sistem yang begitu berbelit? Sementara ibadah haji adalah kewajiban seorang Muslim yang harus difasilitasi oleh negara.

Sistem kehidupan yang kini diterapkan semakin mempersulit proses ibadah individu. Pola kapitalisme yang sekuleristik mewajarkan segala pembiayaan yang mahal terhadap segala kebutuhan umat. Termasuk ibadah haji bagi kaum muslimin. 

Pola sikap dan pola pikir penguasa senantiasa dirasuki mimpi-mimpi keuntungan besar dari setiap momen yang dibutuhkan umat. Mirisnya, tujuan ini pun disusupi dalam setiap penetapan biaya ibadah. Sehingga segalanya berujung pada komersialisasi dan kapitalisasi terhadap pelayanan publik.

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, mengubah fungsi penguasa, yang seharusnya sebagai pengurus rakyat menjadi pemeras rakyat. Karena orientasi materi yang terus menjangkiti. 

Ibadah haji dalam sistem kapitalisme dipandang sebagai objek bisnis dan pasar yang dengan mudahnya dikapitalisasi para pembuat kebijakan. Mulai dari bisnis transportasi haji, pengadaan catering bagi para jamaah haji, perhotelan hingga perizinan. Segalanya diolah secara komersil agar dapat menghasilkan untung maksimal. 

Tanpa mempedulikan bahwa segala pembiayaan yang mahal ini menyulitkan kaum muslimin untuk beribadah. Tentu saja, kebijakan yang ditetapkan oleh sistem kapitalisme ini hanya menghantarkan kezaliman bagi umat.

Padahal menyulitkan setiap urusan umat adalah hal yang dibenci Allah SWT.

Rasullah SAW. bersabda, "Barangsiapa menyulitkan orang lain, maka Allah SWT. akan mempersulitnya di hari kiamat kelak" (HR. Al Bukhori No. 5172).

Bagai langit dan bumi. Inilah peribahasa yang menggambarkan perbedaan yang mencolok antara sistem kapitalisme dan sistem Islam. Sistem Islam memberikan perhatian luar biasa dalam penyelenggaraan ibadah haji. 

Menilik catatan sejarah Islam tentang penyelenggaraan haji. Islam sangat menghormati tamu-tamu Allah SWT. Tanpa ada sedikit pun pandangan bisnis terhadap setiap detil penyelenggaraannya.

Dalam pengaturan ibadah haji yang ditetapkan khalifah (kepala negara dalam Kekhilafahan), menetapkan kebijakan yang senantiasa mengutamakan kepentingan umat. Khalifah menunjuk pejabat khusus yang bertugas menjamin terselenggaranya ibadah haji dengan sebaik-baiknya. Para pejabat ini terpilih dari orang-orang yang penuh takwa dan handal di bidangnya.

Khalifah pun menetapkan biaya ibadah haji yang disesuaikan dengan jarak wilayah asal ke Tanah Haram. Dan berbagai kebutuhan biaya akomodasi selama menjalankan ibadah haji. Semuanya disusun dan dirancang dengan transparan. 

Tanpa pernah berpikir untuk menjadikan momen haji sebagai obyek mendulang laba. Khalifah pun memberikan pilihan perjalanan sesuai kemampuan umat. Dan segala pelayanan dilakukan dengan sebaik-baiknya demi kelancaran dan kemudahan beribadah. 

Khalifah pun memiliki kebijakan dalam mengatur jumlah kuota haji yang berlaku bagi setiap wilayah. Kewajiban haji ditetapkan sebagai ibadah yang wajib dilakukan bagi yang mampu. Dan hanya dilakukan satu kali seumur hidup. Dengan tujuan memberikan kesempatan kepada jamaah lain. Sehingga terwujud keadilan di tengah umat. 

Pemimpin negara memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan haji dengan seoptimal mungkin dengan pelayanan maksimal kepada seluruh umat. Sarana, prasarana, dan infrastruktur dibangun oleh negara dalam rangka memfasilitasi kebutuhan haji kaum muslimin. 

Gambaran ini jelas terpampang dalam sejarah Islam. Pada masa Khilafah Utsmaniyyah, Sultan Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji yang dikenal sebagai Hijaz Railway.

Betapa sempurnanya pengelolaan ibadah haji yang dibangun dalam sistem Islam. Segala kebijakan yang ditetapkan terpancar dari akidah Islam yang menjaga setiap detil pelaksanaan rukun iman bagi seluruh umat muslim. 

Selayaknya kita tidak perlu ragu atas segala yang Allah SWT. tetapkan untuk pengaturan kehidupan. Termasuk dalam pengaturan ibadah haji, yang harus diselenggarakan sesuai syariat Islam dalam wadah sistem Islam yang menyejahterakan umat. Karena tidak ada sedikit pun kezaliman di dalam aturanNya. 

Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar