Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Manfaat dan Bahaya Pujian pada Anak


Topswara.com -- Trainer Parenting Islami, Dini Sumaryanti menjelaskan, manfaat dan bahayanya pujian pada anak. 

"Pujian orang tua pada anak diperlukan, namun penelitian menunjukkan bahwa ternyata memuji secara berlebihan itu berbahaya bagi anak," ungkapnya dalam Diskusi Program Cahaya Muslimah, Parenting Islami: Pujian Kita, Memotivasi atau Toxic, Jumat (18/11/2022) di YouTube Sultan Channel.

Ia mengungkapkan, pujian orang tua pada anak diperlukan karena pujian dari orang tua bisa membangun percaya diri pada anak, bisa membangun bonding hubungan emosi yang kuat antara orang tua dan anak, bisa membentuk self esteem yaitu konsep diri, percaya diri, nilai diri pada seorang anak. 

"Karena anak-anak yang kurang pujian, berarti kurang guyuran cinta. Hatinya akan kosong, maka kalau enggak dapat pujian dapat membuat anak tidak pede, enggak merasa dirinya ada, konsep dirinya enggak positif. Kalau anak enggak pernah dipuji, enggak tahu di mana dia melakukan yang baik, mana yang buruk buat dia," tuturnya. 

Bu Dini menjelaskan, ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa ternyata memuji anak itu berbahaya buat anak. Menurut Prof. Wendy S. Grolrick, Ph.D, Peneliti dari Universitas Clark di Worcester, Amerika Serikat mengatakan bahwa pujian juga memiliki sisi negatif karena akan membuat anak-anak fokus untuk mendapatkan pujian dan bukan fokus pada usaha yang sedang ia lakukan.

"Dan ditakutkan anak itu tidak peduli pada proses, hanya mengejar hasil. Karena anak yang mendapat pujian akhirnya mencari cara apa pun untuk mendapatkan hasil. Karena tujuannya hasil maka ketika gagal bisa jadi mereka akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya nyontek," ujarnya. 

Ia mengatakan, yang lebih mengerikan anak-anak yang terbiasa dengan pujian karena hasil, jika mereka gagal tidak mencapai apa yang diinginkan kadang mengalami mental breakdown. Banyak orang-orang pintar ketika menghadapi kendala sedikit, membuat mereka mental breakdown. Lebih mengerikan lagi kasus bunuh diri itu bukan hanya anak-anak yang prestasinya rendah, justru mereka adalah anak-anak yang pintar.  

"Penelitian yang dilakukan Claudia Mueller dan Carol Dweck dari Universitas Columbia menemukan bahwa anak-anak yang dipuji karena kecerdasan mereka, saat mengalami kegagalan anak-anak kurang memiliki semangat juang, mudah mengalami mental breakdown. Dampaknya kurangnya daya resiliensi (daya lenting). Anak-anak yang terlalu banyak pujian pada hasil itu daya lentingnya rendah. Kalau yang kuat makin ditekan kembalinya makin kuat Inilah positif negatifnya pujian. Mental breakdown dan rendahnya resiliensi," terangnya. 

Batasan Memuji Anak

Bu Dini melanjutkan, sebaiknya cara memuji anak, merujuk sebagaimana
diriwayatkan dari sahabat Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ada seseorang yang memuji orang lain di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya; “Celaka kamu, kamu telah memenggal leher sahabatmu, kamu telah memenggal leher sahabatmu.” 

Kalimat ini diucapkan oleh beliau berulang kali, kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Siapa saja di antara kalian yang tidak boleh tidak harus memuji saudaranya, hendaklah dia mengucapkan, “Aku mengira si fulan (itu demikian), dan Allah-lah yang lebih tahu secara pasti kenyataan sesungguhnya, dan aku tidak memberikan pujian ini secara pasti, aku mengira dia ini begini dan begitu keadaannya, jika dia mengetahui dengan yakin tentang diri saudaranya itu (yang dipuji)." (HR. Bukhari)

"Banyak peneliti di Barat menunjukkan hasil jika diberi pujian yang banyak anak dapat masalah, jadi sombong, kurang daya juang, mental breakdown kalau gagal dan sebagainya. Kalau kita mau puji sebutkan kondisinya. Jangan menyucikan seseorang di hadapan Allah itu batasannya. Atau supaya aman bisa ditambahkan kalimat 'masya Allah' semua atas izin Allah," pesannya. 

Ia menjelaskan bahwa dalam Islam tidak boleh memuji secara berlebihan sebagaimana perkataan Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu, "Memuji seseorang lebih daripada yang ia berhak menerimanya sama saja menjilatnya. Tetapi melalaikan pujian bagi orang yang berhak menerimanya menunjukkan kebodohan dan kedengkian." 

Selain itu, dalam buku Ihya 'Ulum al-Din, Imam Ghazali di sebutkan bahaya (keburukan) yang mungkin timbul jika melakukakan pujian secara berlebihan bagi pihak yang memuji ia bisa terjerumus dalam dusta. Ia memuji dengan berpura-pura menunjukkan rasa cinta dan simpati yang tinggi padahal sesungguhnya dalam hatinya tidak. 

Di sini dia hanya mencari muka. Ia menyatakan sesuatu yang tidak didukung oleh fakta. Ia hanya membual dan bohong belaka. Ia telah membuat senang orang yang dipuji padahal ia orang jahat (fasik). Sedangkan bagi pihak yang dipuji, keburukan yang bisa timbul adalah ia bisa sombong dan merasa besar sendiri (ujub). Sombong dan ujub merupakan penyakit hati yang mematikan. Selain itu ia bisa lupa diri dan lengah karena mabuk pujian.

"Dikatakan, seorang telah memuji Imam Ali bin Abi Thalib. Lalu katanya, 'Aku tidak sebagus yang kamu katakan.' Dalam kesempatan lain, ketika banyak menerima pujian, beliau justru berdoa, 'Ya Allah, ampunilah aku atas perkataan mereka, dan jangan Engkau siksa aku gara-gara mereka. Berikanlah kepadaku kebaikan dari apa yang mereka sangkakan kepadaku'," kutipnya.

Ia menambahkan bagaimana doa Sayyidina Abu Bakar saat beliau dipuji orang lain,

"Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri, dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka."
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi). 

"Dalam memuji anak kita harus punya tujuan, pertama untuk bersyukur kepada Allah, kedua untuk memotivasi memdorong anak untuk melakukan sesuatu hal yang positif supaya pujian itu bisa membentuk motivasi yang positif. Maka yang harus dipuji adalah perilakunya, prosesnya bukan hasilnya," imbuhnya. 

Ia mencontohkan bagaimana memuji anak dengan kalimat, "Alhamdulillah, Allah ridha kamu belajar keras nak, akhirnya Allah berkenan memberi kamu nilai yang bagus." Nilai yang bagus bukan usaha anak itu tapi semata- mata karena Allah." Jadi banyak hal yang kita ajarkan pada anak, anak diajak bersyukur, dipahamkan bahwa hasil itu karena Allah berkenan, akidah pun tertanam dari satu aktivitas memuji. 

"Memuji anak tidak hanya menyebut dia pintar, shalih tetapi harus dikasih tahu shalihnya karena apa? Baiknya karena perilaku apa? Jadi anak terindera. Kalau hanya hasil akhir yang di sebut anak pintar, nilainya bagus, padahal itu di luar kuasa kita yang kita sebut dengan qadha. Maka wajar jika orang tua yang memuji anak tanpa melibatkan Allah, anak jadi sombong bila anak fokusnya pada hasil akhir saja," pungkasnya. [] Rina
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar