Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Korupsi Marak dalam Demokrasi Kapitalisme?


Topswara.com -- Korupsi atau rasuah atau mencuri adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Seringnya korupsi dilakukan secara berkelompok, tidak sendirian. Oleh karenanya, korupsi ini sangat berbahaya dan merugikan banyak pihak.

Korupsi bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, sifat rakus dan tamak yang ada dalam diri manusia. Mereka sudah mendapatkan gaji dan tunjangan fantastis, tetapi hal itu masih membuatnya tidak puas dan mendorongnya untuk korupsi. Rakus ini dipicu oleh lemahnya akidah umat, menjabat bukan untuk menjalankan amanah, tetapi untuk memperkaya dirinya sendiri. Sehingga sifat serakah ini mendominasi dirinya dan membuatnya menghalalkan segala cara demi memenuhi kepentingan golongannya.

Kedua, budaya. Ada sebagian orang menganggap rasuah adalah hal biasa dan harus dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan. Oleh karenanya, untuk menghentikan budaya korupsi perlu dilakukan dengan aturan yang sistematis. Korupsi seolah menjadi budaya dari hulu hingga hilir. Pengungkapan kasus korupsi bukan berdasarkan penegakan hukum yang benar, justru kasus korupsi dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politiknya. 

Ketiga, balik modal dan cari modal. Sudah menjadi rahasia umum politik demokrasi itu sangat mahal dan membutuhkan banyak anggaran. Dari kampanye, pemberian hadiah saat kampanye, dan sebagainya. Diduga kuat korupsi dilakukan karena tuntutan para politisi untuk mengembalikan modal dan cari modal untuk kampanye di periode selanjutnya. Nihilnya integritas politisi hari ini membuat rakyat sudah apatis, alias siapa saja pemimpinnya kehidupan sama saja dan makin susah. Oleh karenanya, ada sebagian yang masih pragmatis mau memilih jika ada uang pelicin. 

Keempat, integritas politisi rendah. Hasil didikan demokrasi kapitalisme telah menciptakan politisi-politisi pragmatis dan sekuler. Mereka hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya. Mereka mengabaikan kepentingan rakyat demi memenuhi kepentingan golongannya. Inilah bahayanya, berpolitik bukan untuk mengurusi urusan umat, tetapi untuk mendapatkan keuntungan golongannya. Wajar korupsi marak terjadi.

Kelima, politik transaksional. Sistem politik inilah yang mengakibatkan korupsi marak terjadi. Bahkan Mahfud MD tahun 2013 berujar, malaikat masuk ke dalam sistem demokrasi pun bisa menjadi iblis. Ini bukti betapa kotornya perpolitikan dalam sistem demokrasi sekuler.

Keenam, sistem demokrasi kapitalisme. Sistem inilah yang menjadikan korupsi terjadi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Sistem kehidupan yang hanya menjadikan dunia sebagai tolok ukur kebahagiaan dan menihilkan peran agama membuat tindakan haram seperti ini subur dan susah dibasmi. Apalagi jika kasus tersebut diduga menyangkut nama-nama pejabat papan atas, kasus korupsi seolah-olah sulit dipecahkan.

Oleh karenanya, jika ingin korupsi bisa dibasmi harus menyetop penerapan sistem demokrasi kapitalis. Karena sejatinya, sistem inilah yang membuat kasus korupsi makin marak terjadi. Bahkan dilakukan secara sistematis. Hukum pun tak berkutik jika sistem yang menjadi legislator adanya korupsi.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute) dan Alfia Purwanti (Analis Mutiara Umat Institute)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar