Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wanita yang Kematiannya Disambut Ribuan Malaikat


Topswara.com -- Kisah wanita hebat pada masa Rasulullah SAW. mungkin telah sering kita dengar. Namun kita harus ingat kembali tentang perjuangan wanita mulia satu ini, semoga dapat mengembalikan semangat juang kita terhadap Islam dan meneladaninya, inilah wanita berhati baja Nusaibah binti Ka’ab ra. Namanya tercatat dalam tinta emas kemuliaan, kematiannya disambut ribuan malaikat.

Pada suatu ketika Nusaibah sedang berada di dapur. Suaminya Said sedang istirahat di bilik tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan batu yang runtuh. “Pasti itu tentara musuh,” Nusaibah menerka.

Bergegas Nusaibah masuk ke bilik suaminya yang sedang tertidur. “Suamiku sayang,” Nusaibah berkata, “Aku mendengar pekik suara menuju Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang,”

Said tersentak. Dia menyesal mengapa bukan dirinya yang mendengar suara itu. Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya, dan menyiapkan kuda. Nusaibah menghampiri membawakan pedang buat Said dan berkata. “Suamiku bawalah pedang ini, jangan pulang sebelum menang.”

Said memandang wajah istrinya, tidak ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap ia menaiki kuda menuju Utara dan langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang berkecamuk. Di sisi lain Rasulullah melihatnya dengan senyuman yang membuat dia semakin mengobarkan keberanian.

Di rumah Nusaibah duduk gelisah. Kedua anaknya, Amar berusia 15 tahun dan Saad dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan cemas. Ketika itu muncul prajurit utusan Rasul untuk memberikan kabar kepada Nusaibah. 

“Ibu, salam dari Rasulullah,” kata prajurit itu. “Suami ibu, Said baru saja gugur sebagai syahid,” Nusaibah tertunduk sebentar, dan menahan tangisnya. “Innlillaah... “ gumamnya.

Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. “Amar kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan dan berjuang bersama Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar kencang. “Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”

Mata Amar bersinar-sinar. “Terimakasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.

“Ya Rasulullah, aku Amar putra Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang gugur.” Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu...”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan prajurit Islam berangkat dari perkemahan di medan tempur, menuju ke rumah Nusaibah.

Setibanya di sana, wanita tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan?..” serunya gemetar ketika sang utusan belum membuka suara, “Apakah anakku gugur?..” Utusan itu menunduk sedih, “Betul...”

“Inna lillah...” Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis. “Kau berduka ya Ummu Amar?” Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Aku hanya sedih siapa lagi yang akan ku berangkatkan? Saad masih kanak-kanak.”

Mendengar itu, Saad yang berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, aku akan tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”

Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?..”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng, yakin. Sebuah senyum terhias diwajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan prajurit itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur ke bumi dan menyerukan “Allahuakbar!..”

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah. Mendengar berita kematian itu, wanita kuat itu meremang bulu tengkuknya.

“Hai utusan,” ujarnya, “Kau saksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diriku yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau wanita, ya Ibu...” Nusaibah tersinggung, engkau meremehkan aku karena aku wanita? Apakah wanita tidak ingin pula masuk ke surga dengan jihad?...”

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan mengendarai kuda yang ada.

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan perkataannya dengan senyuman Rasulullah berkata. “Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum masanya wanita mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan jihad.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera mengangkat obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang mengalami luka-luka dengan seksama. Pada ketika itu, ia sedang menunduk dan memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba ia terkena percikan darah. Nusaibah lalu melihat. Ternyata kepala seorang tentara Islam tergolek, tewas terbabat oleh sejata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman itu. Apalagi ketika dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh.

Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi, menyaksikan hal itu. Ia bangkit dengan gagah berani diambilnya pedang prajurit yang tewas itu. Dinaiki kudanya. Bagaikan singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun melayang.

Hingga pada akhirnya ada seorang kafir yang mengendap dari arah belakang, dan langsung menebas putus lengan kirinya. Nusaibah pun terjatuh, terinjak-injak oleh kuda. Peperangan masih terus berlanjut. Pertempuran semakin menjauh, sehingga tubuh Nusaibah teronggok sendirian.

Tiba-tiba Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, mengawasi kalau-kalau ada orang yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat ada tubuh yang bergerak-gerak dengan susah payah, dia segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka ke muka tubuh itu.

Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Istri Said-kah engkau?..”Nusaibah samar-samar memperhatikan siapa yang menolongnya. Lalu bertanya, bagaimana dengan Rasulullah?.. Selamatkan baginda?..”

“Baginda Rasulullah tidak kurang suatu apapun...”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan?.. Pinjamkan kuda dan senjatamu  kepadaku...”

“Engaku masih terluka parah, Nusaibah...”

Engkau mau menghalangi aku untuk membela Rasulullah?..”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke medan pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikkannya. Namun karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus oleh sabetan pedang musuh.

Gugurlah wanita perkasa itu ke atas pasir. Darahnya membasahi bumi yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah mendung, hitam kelabu. Padahal tadinya langit tampak cerah dan terang benderang. Pertempuran berhenti sejenak.

Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya. “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan?.. Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan ruh Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Kisah perjuangan wanita mulya ini dapat menjadi teladan bagi kita para pejuang Islam, khususnya kaum hawa supaya dapat bersungguh-sungguh dalam membela agama Allah dan Rasulullah, dengan segenap jiwa raga dan pengorbanan demi tagakknya kalimat Laailaahailallah. Wallahu’alam. []


Sumber: iqra.id, 5 Juni 2020
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar