Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tudingan Kajian Radikal di PT Pelni, Prof. Suteki: Problem Utama BUMN Bukanlah Radikalisme


Topswara.com -- Menyikapi pembatalan kajian Ramadhan di PT Pelni yang dituding radikal dan berujung pada pencopotan pejabat yang menggelarnya, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. mengungkapkan, problem utama BUMN bukanlah radikalisme, melainkan korupsi. 

"Radikalisme bukan problem utama negeri ini,  melainkan ketimpangan sosial. Dapat pula dikatakan, problem utama BUMN bukanlah radikalisme, melainkan patut diduga adalah korupsi yang juga disebut sebagai extraordinary crime," ungkapnya pada Topswara.com, Rabu (14/4/2021).

Prof. Suteki menyayangkan, jika benar komisaris dan pimpinan BUMN begitu saja mendukung semua tindakan pemerintah yang belum jelas ditinjau dari sisi hukumnya tanpa reserve, tanpa menyortir kebenarannya, khususnya tentang isu radikalisme ini. 

"Sementara di sisi lain, kita tahu bagaimana kinerja BUMN yang patut diduga banyak tersandung soal defisit anggaran dan korupsi. Buat apa para petinggi BUMN bicara soal radikal-radikul tetapi terkesan membiarkan tubuh BUMN keropos?" ujarnya. 

Ia pun mempertanyakan, apakah betul radikalisme yang menyebabkan buruk dan dying-nya BUMN, sehingga secara semesta menjadikan radikalisme yang jenis kelaminnya tidak jelas itu sebagai common enemy BUMN. 

"Lalu, apakah kita mau terus meneguhkan propaganda radikalisme menjadi momok usang BUMN ataukah lebih baik mencari tabib untuk menyembuhkan sakit kronis yang diderita BUMN?" imbuhnya. 

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini mengingatkan, jika kita sadar bahwa bangsa di negeri ini berbhinneka, beragam SARA dan konstitusi menjamin keyakinan agama dan kepercayaan pendududuknya, mestinya pemerintah wajib menghormati keyakinan dan pelaksanaan keyakinan tersebut tanpa tuduhan radikal-radikul.

"Di sinilah pentingnya mendudukkan radikalisme secara jelas jenis kelaminnya. Sebagai negara hukum, nomenklatur hukum harus lebih diutamakan daripada nomenklatur politik yang sering hanya didasarkan pada kemauan rezim penguasa. Yang jelas, radikalisme bukan terorisme yang telah jelas sebagai delik extraordinary crime," pungkasnya. [] Puspita S.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar