Topswara.com -- Di TikTok, muncul tren absurd bernama S-Line, bukan tentang tulang punggung atau postur ideal, tapi filter garis merah di atas kepala yang katanya mewakili jumlah hubungan seksual yang pernah dilakukan.
Makin banyak garis merah, makin bangga senyum-senyum. Padahal, itu bukan prestasi, itu aib. Bukan capaian, tapi pelanggaran syariat, astaghfirullah di mana rasa malumu?
Yang bikin geleng-geleng kepala, tren ini justru rame-rame diikuti oleh sebagian anak muda. Aib zina malah dipamerkan dengan bangga, seolah-olah sedang menunjukkan piagam penghargaan.
Allah Ta'ala Sang Maha Penutup Aib telah menjaga, eh mereka sendiri yang buka aibnya pakai efek filter sambil nyengir dengan berbagai pose sok asik.
Sadarlah, ini bukan sekadar iseng. Ini cermin generasi hasil didikan sistem sekuler yang rusak yang meminggirkan peran Tuhan dalam mengatur kehidupan. Anak-anak ini bukan tiba-tiba jadi begitu.
Mereka adalah hasil dari sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Di sekolah, mereka diajari matematika, IPA, ekonomi, dan “edukasi seksual” tetapi tanpa diimbangi dengan pembinaan iman sehingga mereka tumbuh tanpa rasa takut kepada Allah SWT.
Mereka diajari hak-hak tubuh, tapi tidak diajari batasan dalam Islam. Mereka tahu cara pakai kondom, tetapi tidak tahu bahwa zina itu dosa besar. Bahkan lebih tahu teori konsensual daripada tafsir Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 32.
وَلَا تَقْرَبُوا ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَـٰحِشَةًۭ ۛ وَسَآءَ سَبِيلًۭا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Dan negara? Tertidur pulas. Alih-alih memberantas konten merusak, negara malah sibuk endorse konten kreator. Bahkan pemerintah mengkampanyekan memakai kondom sebagai edukasi perilaku seks aman, terutama terkait pencegahan HIV/AIDS. Tetapi sebenarnya ini cuma kamuflase kampanye zina legal dan bebas rasa bersalah. Zina boleh, asal aman. Lah, sejak kapan dosa bisa di-safe mode?
Penguasa hari ini lebih takut dituduh anti hak asasi ketimbang takut pada murka Ilahi. Pendidikan seks bebas malah dianggap progresif. Zina dianggap normal selama suka sama suka. Yang bangun pagi ke masjid malah dicurigai radikal.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Di antara bentuk hukuman atas dosa adalah hilangnya rasa malu dari pelakunya, lalu ia bangga dengan dosanya dan memamerkannya."
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (berbuat dosa)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, jika seseorang sudah tak punya malu dan dengan ringan pamer maksiat, itu bukan hanya dosa, tapi sudah termasuk bentuk pembangkangan publik terhadap Allah.
Terapkan Sistem Pendidikan Islam
Pahamilah, yang rusak bukan cuma anak muda, tetapi sistem hidup kita. Maka solusi juga bukan sekadar edukasi satu-dua video dakwah. Solusi menyeluruh adalah Islam diterapkan secara total (kaffah) baik dalam pendidikan, media, maupun kebijakan negara.
Dalam Islam, pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu pengetahuan, tapi proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiah). Artinya, anak dididik untuk memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang bersumber dari akidah Islam.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an surah Adz-Dzariyat ayat 56, "Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."
Ayat ini menjadi landasan bahwa tujuan hidup manusia adalah ibadah, dan pendidikan dalam Islam diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Adapun tujuan pendidikan Islam di antaranya,
Pertama, menanamkan akidah yang kuat. Anak dididik untuk meyakini Allah sebagai Rabb, Islam sebagai aturan hidup, dan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan utama.
Kedua, membentuk karakter taat syariat. Pendidikan bukan hanya soal nilai rapor, tapi soal ketaatan terhadap hukum Allah dalam setiap aspek hidup mulai dari cara berpakaian, bergaul, sampai bersikap terhadap orang tua.
Ketiga, mencetak generasi pemimpin dan penyeru kebenaran. Sistem pendidikan Islam tidak mencetak robot pekerja, tetapi generasi pemikir yang peduli umat, siap memimpin dengan Islam, dan berani berdakwah.
Keempat, membekali ilmu dunia dan akhirat. Dalam Islam, ilmu tidak dikotak-kotakkan menjadi agama dan umum. Semua ilmu dipelajari sebagai bagian dari ibadah, selama berlandaskan akidah yang lurus.
Alhasil, dengan sistem pendidikan Islam anak-anak dididik sejak kecil bahwa tubuh bukan milik bebas, tapi amanah dari Allah. Rasa malu bukan kelemahan, tapi benteng kehormatan. Sekolah bukan hanya tempat mengejar nilai, tapi juga tempat menanamkan iman.
Selain itu, negara akan mengontrol tayangan media sesuai syariat. Konten maksiat dilarang. Filter yang memancing zina dicekal. Influencer yang memamerkan dosa ditegur, bukan dijadikan idola.
Negara khilafah berperan aktif dan tidak pernah netral soal moral. Ia tegas terhadap pelaku zina dan mencegah segala sebab yang menuju ke sana. Sistem Islam bukan tukang nasihat, tapi pelindung akhlak publik.
Dalam sistem Islam akan lahir masyarakat Islami dengan budaya amar makruf nahi mungkar. Masyarakat saling mengingatkan dengan cinta, bukan nyinyir. Kalau hari ini kita cuek saat generasi pamer zina, besok bisa jadi anak kita yang ikut tren itu, na'udzubillah.
Saatnya sadar, bahwa kebebasan tanpa iman adalah jalan tol menuju neraka, dan solusi sejatinya hanya ada dalam sistem Islam kaffah yang menjaga, mendidik, dan melindungi kita semua dari kesesatan berjamaah. []
Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar