Topswara.com -- Perundungan anak masih terus terjadi bahkan dengan tindakan yang makin mengarah kriminal. Seorang anak berlumuran darah di kepalanya usai ditendang hingga terbentur batu lalu diceburkan dalam sebuah sumur lantaran menolak minum tuak dan merokok. Mirisnya pelaku perundungan tersebut adalah anak-anak SMP teman korban.
Dilansir dari rri.co.id KBRN, Jakarta: Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Handrian Irfani menyoroti kasus perundungan terhadap siswa di SMP, wilayah kabupaten Bandung. Iya meminta pelaku kasus perundungan menjemurkan korban ke sumur ditindak secara administrasi dan hukum, karena menyangkut tindak pidana (27/6/2025).
Fakta terus bertambahnya kasus perundungan setiap tahunnya makin menguatkan bahwa kasus perlindungan anak ini adalah fenomena gunung es. Hal tersebut tentu menunjukkan gagalnya regulasi dan lemahnya sistem sanksi yang berlaku. Para perundungan dapat dijatuhi sanksi hukuman pidana berupa penjara atau denda tergantung pada tingkat keparahan perbuatannya.
Nyatanya hukuman ini tidak memberi efek jera kepada para pelaku, bukti makin maraknya kasus perundungan. Selain itu, menurut hukum yang berlaku orang yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah menikah masih dikategorikan anak-anak.
Sehingga ketika ada orang yang di bawah 18 tahun semisal usia anak SMP berbuat kriminal mereka bisa berdalih masih dibawa umur untuk menghindari sentuhan hukum. Akhirnya kasus perundungan semakin marak.
Di sisi lain fenomena perundungan juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan, sistem pendidikan seharusnya mencetak generasi yang beriman, beradab, dan berilmu. Namun, generasi yang tampak hari ini justru menjadi pelaku kriminal. Anak-anak mudah dan tanpa merasa berdosa melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya. Bahkan mereka meminum tuak yang notabennya adalah minuman haram.
Tindak perundungan yang demikian semakin menambah bentuk atau ragam perundungan yang sudah ada. Semua ini merupakan buah buruk penerapan sistem kehidupan yang sekuler kapitalistik dalam semua aspek kehidupan, kehidupan manusia terpisah dari ajaran agama sehingga manusia tidak takut akan dosa dan tidak paham bahwa kehidupan mereka di dunia ada pertanggungjawaban di akhirat.
Alasan inilah yang membuat manusia termasuk anak SMP tanpa merasa takut berbuat kekerasan bahkan menenggak minuman haram.
Dengan demikian dibutuhkan adanya perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Tidak cukup dengan menyusun regulasi atau sanksi yang memberatkan, namun juga pada paradigma kehidupan yang diemban oleh negara.
Islam sebagai sistem kehidupan yang sahih mampu menyelesaikan secara tuntas kasus perundungan. Secara konsep Islam menjadikan perundungan sebagai perbuatan yang haram dilakukan baik verbal apalagi fisik, bahkan dengan menggunakan barang haram.
Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “ Sesama muslim adalah saudara, tidak boleh saling mendzalimi, mencibir atau merendahkan. Ketaqwaan itu sesungguhnya di sini,”
Sambil menunjuk dada dan diucapkannya tiga kali.
(Rasul melanjutkan):" seseorang sudah cukup jahat ketika iya sudah menghina sesama saudara Muslim. Setiap muslim adalah haram dinodai jiwanya, hartanya dan kehormatannya." (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad)
Islam mengajarkan bahwa manusia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Allah SWT berfirman:
“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan,” (QS. Al-Muddatstsir: 38).
Islam menjadikan baligh sebagai titik awal pertanggungjawaban seorang manusia.
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu bahwa nabi Saw bersabda : "Diangkat pena (taklif syariah) dari tiga golongan; Dari orang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia mimpi basah (Ihtilaam), dari orang gila hingga dia sehat akalnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam memiliki mekanisme agar konsep ini tertanam dengan benar di dalam benak dan pikiran generasi hingga berbuah menjadi perbuatan. Dalam sistem pendidikan, aqidah Islam dijadikan sebagai asas kurikulum dan tujuan pendidikan.
Pendidikan yang seperti ini akan memberi bekal kepada anak-anak agar mereka siap menjadi mukallaf pada saat baligh. Islam menetapkan pihak yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan syar'i adalah keluarga, masyarakat, dan negara.
Di dalam keluarga orang tua diwajibkan mendidik anak-anak mereka dengan aqidah Islam dan syariatnya. Masyarakat wajib menjadikan mafahim (pemahaman), maqayis (standar), qanaat (penerimaan), serta interaksi di dalam masyarakat sesuai dengan Islam. Dengan begitu anak-anak akan mendapat contoh langsung penerapan syariat.
Sementara negara akan menyusun kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang wajib diterapkan dalam semua level jenjang pendidikan.
Alhasil, di lingkungan manapun anak-anak hidup mereka akan dihadapkan pada akidah Islam dan syariatnya. dari sinilah pintu perundungan akan tertutup karena semua pihak akan memandang sama Allah perundungan itu haram dilakukan, mereka pun akan sadar untuk menghindari perundungan karena perbuatan itu kelak akan mereka pertanggung jawaban di akhirat.
Selain sistem pendidikan, para pendidikan Islam juga dikuatkan oleh sistem informasi dan sistem sanksi. Sistem informasi diarahkan sebagai sarana anak-anak mendapatkan edukasi Islam, ilmu pengetahuan, kondisi politik, dan sejenisnya.
Tayangan-tayangan kekerasan dan semua hal yang bertentangan dengan Islam akan dilarang oleh negara, jika masih ada yang melakukan perundungan, negara akan memberi sanksi tegas.
Sanksi tegas akan diberikan kepada mereka yang sudah baligh. Dengan sanksi yang tegas, insyaallah pelaku akan jera, masyarakat terhindar dari perundungan, dan anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi berkepribadian Islam.
Inilah solusi perundungan di dalam Islam semua ini niscaya akan terwujud manakala Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan di bawah naungan negara khilafah.
WalLaahu a'lam bii ash-shawaab.
Oleh: Adelusiana
Aktivis Muslimah
0 Komentar