Topswara.com -- Seorang ayah inisial SM (25) tega mencabuli putri kandungnya sendiri usia 3 tahun 6 bulan di Bengkong, Batam, Kepulauan Riau. Pelaku ditangkap dan dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Perbuatan bejat SM terjadi pada Minggu 23 Februari 2025 sekitar pukul 17.00 WIB. Saat itu, ibu anak ini baru saja pulang dari berbelanja. Setiba di kos, Bengkong Aljabar dirinya mendapati pintu kamar kos dalam keadaan terkunci dari dalam (okezone.news, 28/6/2025).
Sebagai seorang ibu, sesak rasanya dada ini melihat berita tersebut, betapa bejatnya perbuatan seorang ayah kandung terhadap putrinya sendiri. Seorang ayah yang seharusnya menjaga dan melindungi anaknya tapi justru dia sendiri yang telah merusak dan menghancurkan masa depan anaknya.
Sebenarnya kasus kekerasan seksual terhadap anak ini bukanlah kali pertama terjadi di negeri ini. Ini hanya satu dari sekian banyaknya, baik kekerasan secara fisik, kekerasan seksual, ataupun seperti kasus inses yang baru-baru ini juga viral.
Fenomena ini ibarat gunung es, hanya sebagian kecil yang tampak dan terlaporkan. Mungkin masih lebih banyak lagi kasus serupa yang tidak diketahui publik dan tidak terlapor. Ini menjadi alarm untuk orang tua, masyarakat, bahkan pemerintah bahwa kasus kekerasan seperti ini sudah sangat serius dan butuh penanganan tuntas.
Terlebih kasus kekerasan ini seringnya terjadi di lingkungan terdekat seperti keluarga, kerabat, tetangga, dan orang-orang yang dikenal. Seperti kasus ini di mana pelaku adalah ayah kandung korban. Sungguh seolah tidak ada tempat aman lagi bagi anak-anak.
Jika kita cari tahu faktor penyebabnya, sebenarnya semua itu dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral hingga yang paling penting adalah karena keimanan yang lemah, dan juga lemahnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua.
Ini semua tidak terlepas dari diterapkannya sistem kehidupan yang sekuler, yakni memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sistem sekuler ini banyak melahirkan banyak orang tua-orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak.
Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orang tua yang punya kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak.
Belum lagi akibat himpitan ekonomi kapitalisme juga sering menjadi alasan ortu menyiksa dan menelantarkan anak, mereka harus bekerja banting tulang setiap hari demi mencukupi kebutuhan atau hanya sekedar untuk mengganjal perut agar tidak kelaparan, jadilah banyak anak-anak yang tidak terurus dengan baik.
Selain itu, karena pengaruh lingkungan dan tayangan media yang serba bebas bahkan bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual pada anak. Tayangan-tayangan pornografi dan pornoaksi yang bisa diakses dengan mudah seringkali menjadi penyebab para pelaku melakukan kejahatan atau kekerasan seksual pada anak.
Seperti ayah mencabuli anaknya sendiri, kakek mencabuli cucunya sendiri, atau bahkan kakak dengan adiknya sendiri. Na'udzubillah min dzalik.
Sistem rusak dan merusak ini juga membuat hubungan sosial antarmasyarakat kian kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga memudahkan terjadinya kekerasan terhadap anak.
Masyarakat sibuk pada kehidupannya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Alasan asalkan bukan keluarga mereka sendiri yang melakukan maka mereka akan acuh dan tidak peduli.
Padahal, sebagai seorang Muslim itu wajib peduli kepada saudaranya sesama Muslim. Seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang artinya: “Barangsiapa yang bangun di pagi hari tanpa memikirkan nasib saudaranya sesama Muslim, sungguh dia bukan dari golongan umatku” (HR. Baihaqi).
Sungguh hari ini kepedulian terhadap saudara sesama Muslim itu semakin hilang, karena mereka tidak paham terhadap dalil ini.
Negara sebenarnya sudah membuat regulasi/undang-undang tentang perlindungan anak, namun nyatanya semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak.
Sebab, UU tersebut dibangun dengan ruh sekuler dan kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam kekerasan pada anak, yang disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling berkelindan.
Sungguh Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Islam memiliki aturan yang kaffah/ menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Dan ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan tentu saja akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebab Islam adalah ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal. Salah satu fungsi keluarga dalam Islam adalah sebagai pelindung. Selain itu keluarga dalam Islam juga memiliki fungsi membentuk kepribadian Islam kepada seluruh anggota keluarganya.
Amar makruf dan nahi mungkar antaranggota keluarga akan terlaksana ketika ada yang berbuat maksiat atau melanggar hukum syara.
Begitu pun penjagaan dari negara yang akan melakukan edukasi untuk membentuk kepribadian Islam, dan menguatkan pemahaman tentang peran dan hukum-hukum keluarga.
Sehingga setiap individu dalam keluarga memiliki pemahaman yang shahih dan komitmen untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Islam untuknya termasuk dalam membangun keluarga.
Negara akan melakukan edukasi yang terintegrasi dan komprehensif dalam sistem pendidikan maupun melalui berbagai media informasi dari departemen penerangan Daulah Islam.
Negara akan sangat menutup celah apa pun yang bisa membuat masyarakat melakukan sesuatu yang melanggar hukum syara, termasuk melarang dengan tegas tayangan-tayangan maksiat.
Kemudian negara akan memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual maupun fisik. Islam memiliki sistem sanksi yang harus diberlakukan kepada pelakunya sesuai tingkat kriminalitas yang dilakukan. Ini akan kembali pada pendapat hakim sesuai standar hukum syariat yang berlaku.
Syekh Abdurrahman al-Maliki, dalam kitabnya Nizam Al-Uqubat, menjelaskan bahwa batasan tindakan atau perbuatan kriminal adalah perbuatan tercela (qabih). Perbuatan tercela adalah apa saja yang dinyatakan tercela oleh syariat.
Adapun bagi para pelaku pemerkosaan, ada sanksi yang jauh lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah (ghayr muhshan), sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati.
Demikian sebagaimana Nabi SAW pernah menjatuhkan sanksi rajam atas pezina yang telah menikah. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Qadi bisa menjatuhkan sanksi untuk semua tindak kejahatan tersebut.
Adapun korban, ia wajib diberi perlindungan oleh negara. Korban wajib pula diberi perawatan fisik maupun mentalnya hingga pulih.
Maka sudah seharusnya kita menerapkan hukum Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan yang akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga. Anak-anak akan hidup aman dan nyaman hanya terwujud dalam naungan sistem Islam. []
Oleh: Nita Nur Elipah
(Penulis Lepas)
0 Komentar