Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Prevalensi Stunting Menurun, Tetapi Angka Stunting Masih Tinggi

Topswara.com -- Kepala Dinas Kesehatan Yuli Irnawaty Mosjasari memberikan pernyataan tentang menurunnya prevalensi stunting di Kabupaten Bandung. Penurunannya cukup signifikan yakni mencapai 5,1 persen dari 29,2 persen di 2023, menjadi 24,1 persen pada 2024. Pernyataan ini merupakan merespon Yuli terhadap hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 saat baru dirilis Kementerian Kesehatan kemarin.

Penurunan yang cukup relevan dari prevalensi stunting di Kabupaten Bandung ini menurut Yuli karena adanya kemitraan pentahelix. Kerjasama yang baik dari berbagai lintas sektor, baik di tataran pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media massa. (bandung.jabaronline.com, 28/05/2025)

Stunting adalah kasus besar dan penting. Pemerintah akan mempertaruhkan masa depan generasi muda, juga bangsa dan negara, apabila tidak berhasil menyelesaikan kasus stunting ini. Faktanya meskipun prevalensi stunting ada penurunan, tetapi angka stunting masih tinggi. Tingginya angka stunting tidak lepas dari buruknya gizi masyarakat akibat kemiskinan.

Ada fakta nyata lain yang pemerintah berusaha abaikan, yaitu problem stunting bermula dan mustahil dipisahkan dari masalah kemiskinan struktural suatu negara. Kemiskinan struktural sendiri merupakan hasil kebijakan politik negara yang menerapkan sistem bermasalah melalui berbagai mekanisme yang sesuai dengan beberapa macam perundang-undangan yang telah disahkan.

Selama negara masih menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, stunting tetap akan ada karena tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara. Sebagai contoh, anak stunting perlu asupan protein hewani yang mencukupi kebutuhan gizinya. 

Oleh karena itu, negara perlu memberikan sosialisasi masif hidup sehat dan pentingnya protein hewani kepada orang tua. Misalnya, pentingnya anak-anak mengonsumsi telur minimal satu butir sehari serta minum susu untuk melengkapi kebutuhan gizi harian. 

Tetapi, saat orang tuanya tidak mempunyai penghasilan untuk membeli beras saja sulit, maka dari mana ada uang untuk beli telur dan susu? Sosialisasi dan edukasi melek protein hewani memang perlu, namun perhatian negara terhadap daya beli keluarga agar sanggup mengakses berbagai bahan makanan yang bergizi, tentu saja itu lebih prioritas. 

Jadi, narasi ‘prevalensi stunting tinggi harus diatasi karena akan membebani negara secara ekonomi maupun sosial’, penting untuk ditinjau kembali.

Prevalensi stunting tinggi adalah akibat kesalahan kebijakan negara menerapkan sistem kapitalisme yang menciptakan kemiskinan, kelaparan, dan buruknya kesehatan generasi. Anak stunting merupakan korban dari buruknya pengurusan negara terhadap rakyat. 

Negara telah menghasilkan beban berat bagi dirinya sendiri, di samping telah merampas kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak. Penyakit kronis negara yang sebenarnya adalah sistem rusak kapitalisme yang memiliki sifat bawaan destruktif.

Berbeda dengan sistem Islam yang menjamin kebutuhan pokok rakyat individu per individu, sehingga zero stunting dalam Islam sangat mudah dicapai. Hal ini karena Allah Ta'ala mengamanahkan pada para penguasa untuk bertanggung jawab agar tidak ada satu jiwa pun yang menderita karena kelalaian mereka sebagai riayah. 

Di antaranya dengan menjamin lapangan kerja yang layak bagi rakyat serta pelayanan kesehatan terbaik tanpa memandang kelas atau status ekonomi dan sosial.

Dua jaminan penting tersebut bukan hal yang sulit dipenuhi dalam peradaban Islam. Karena pedoman dasar pemerintahan di masa ini adalah akidah dan syariat. Maka bukan hal yang sulit pula jika tingkat kesejahteraan rakyat mencapai keberhasilan, termasuk masalah pembiayaan terwujudnya kesejahteraan tersebut. Selain bersumber dari pos negara, dana ini juga berasal dari pengelolaan kepemilikan umum dan distribusi zakat.

Maka dari itu, isu solusi stunting dan tumbuh kembang anak di negeri butuh solusi hakiki yang mengakar. Yakni mengganti sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang hari ini dianut oleh negara, diganti dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. 

Pergantian sistem ekonomi ini mengharuskan negara mengadopsi sistem politik pemerintahan yang kompatibel dengan sistem ekonomi Islam. Itulah sistem Kepemimpinan Islam atau khilafah.

Wallahu a'lam bi ashshawab.


Oleh: Rini Yuningsih 
Member AMK dan Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar