Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Fantasi Sedarah: Luka Tak Terucap di Balik Pintu Rumah

Topswara.com -- Di balik dinding rumah yang terlihat kokoh, siapa sangka ada luka yang tak pernah sembuh. Fantasi sedarah adalah hubungan sedarah yang tabu, yang mengoyak jiwa para korban. 

Bagi kebanyakan orang, rumah merupakan tempat berlindung, tapi bagi mereka yang terjerat dalam fantasi sedarah atau inses, rumah justru menjadi penjara penuh derita. 

Fenomena ini sering kali terbungkam oleh rasa malu, tekanan keluarga, atau pandangan miring masyarakat, membuat suara korban nyaris tak terdengar. Sudah saatnya kita membuka mata, mengupas luka yang selama ini disembunyikan.

Grup fantasi sedarah baru-baru ini menjadi sorotan publik. Grup ini memuat beragam konten yang mengarah pada ketertarikan seksual dengan anggota keluarga sendiri atau inses. Dilansir dari laman detikNews (21/05/2025), grup ‘Fantasi Sedarah’ dibuat sejak Agustus 2024. Grup ini beranggotakan 32 ribu orang, yang secara terang-terangan menyebarkan konten perilaku menyimpang seks sedarah.

Mirisnya, kasus fantasi sedarah ini sudah sering terjadi di lingkungan kita. Seperti yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo, seorang ayah kandung memperkosa anak kandungnya sendiri. Hal ini telah berlangsung selama 4 tahun. 

Di Kabupaten Padang Pariaman juga terjadi kasus serupa, di mana seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri hingga hamil dan melahirkan. 

Begitu juga dengan kasus dari Purwokerto, seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri hingga hamil dan melahirkan sampai 7 kali, yang berujung pada pembunuhan bayi. Dan masih banyak lagi kasus serupa lainnya.

Kasus fantasi sedarah ini telah menunjukkan kepada kita bahwa negara kita sedang tidak baik-baik saja. Negara yang menganut sistem kapitalisme liberal menjamin kebebasan bagi rakyat, yang menjadikan rakyatnya hidup bebas tanpa batas. 

Sistem kapitalisme liberal membuka ruang sebesar-besarnya bagi rakyat untuk mengakses situs-situs pornografi secara bebas. Tentunya, situs-situs ini dijadikan ladang basah penghasil cuan oleh para kapital, tanpa memikirkan dampak buruk bagi rakyatnya. Di mana, dengan banyaknya situs-situs pornografi yang bisa diakses kapan saja, di mana saja, dan oleh siapa saja, mengakibatkan terpicunya hasrat seksual seseorang yang berujung pada kekerasan seksual.

Sistem kapitalisme liberal juga menganut paham sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini melahirkan masyarakat yang tidak Islami. Masyarakat yang tidak memahami batasan aurat, termasuk batasan aurat di dalam rumah. 

Orang-orang yang telah terpapar pornografi, nafsunya akan lebih mudah terpicu oleh pemandangan wanita yang berpakaian terbuka. Akibatnya, mereka tidak akan segan-segan memangsa para wanita, termasuk darah daging mereka sendiri. 

Sistem ini terkenal dengan hukuman penjara dan denda. Di mana, hukuman ini tentu tidak akan mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual. Di dalam sistem ini, hukum bisa diperjualbelikan, sehingga para pelaku semakin bebas melakukan aksi bejatnya.

Hal ini jauh berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Di mana, negara Islam tidak akan membiarkan adanya situs-situs yang berbau pornografi. Sehingga, garizah nau’ (naluri berkasih sayang) yang merupakan potensi dasar manusia tidak senantiasa dipicu oleh hal-hal semacam ini. Sistem Islam juga akan memberikan pendidikan seksual sejak dini. Mulai dari pemisahan tempat tidur, memahamkan tentang batasan-batasan aurat di luar maupun di dalam rumah, dan lain sebagainya.

Sistem Islam akan menyediakan sistem pendidikan yang berbasis Islam. Sistem pendidikan Islam, akan menghasilkan generasi bertakwa. Ketakwaan yang tidak hanya dalam perkara ibadah dan akhlak saja, namun terwujud dalam segala aspek kehidupan. Sehingga, tolak ukur perbuatan masyarakat bukanlah nafsu, melainkan halal-haram sesuai syariat Allah. 

Selain itu, sistem Islam juga akan membangun masyarakat Islami. Masyarakat yang akan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Amar makruf nahi mungkar akan menjadi kontrol kuat bagi masyarakat, sehingga akan mencegah terjadinya berbagai macam kerusakan, termasuk fantasi sedarah.

Selain itu, sistem ini juga akan memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku fantasi sedarah (inses). Hukuman bagi pelaku inses sama dengan zina. Pelaku zina yang sudah menikah akan dirajam sampai mati, sedangkan pelaku zina yang belum menikah akan dijilid 100 kali. 

Bahkan, riwayat Abu Daud menerangkan sanksi bagi pelaku inses ini lebih berat dari pelaku zina. Di mana, seorang sahabat Rasul menjadi saksi bahwa Rasulullah SAW memerintahkan agar menghukum mati seorang laki-laki yang menikahi ibu kandungnya sendiri.

Hukuman di dalam sistem Islam tak hanya akan memberikan efek jera serta mencegah hal serupa kembali terjadi, tetapi juga sebagai penebus dosa di akhirat kelak. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme liberal dan beralih pada sistem Islam, agar rahmatan lil ‘alamin terwujud dalam kehidupan kita.


Oleh: Yoga Novirman 
Aktivis Ideologis 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar