Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hakikat Cinta (Mahabah) kepada Allah

Topswara.com -- Sobat. Cinta kepada Allah merupakan inti dari keimanan yaitu mengutamakan Allah di atas siapa pun dan apa pun juga. Cinta kepada Allah adalah sikap tunduk, patuh, dan berbuat sedaya upaya dengan maksud hanya mengharap ridhanya.

Sobat. Ibnu Qayyim al-Jauzy. Dalam kita beliau yang berjudul Raudlatul Muhibbin wan Nauzhah Musytaqin atau yang berarti Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memencdam Rindu, telah dijelaskan beberapa jenis cinta dalam Islam. Hal tersebut juga dapat membantu kita untuk tidak tenggelam dalam sebuah cinta yang semu. Cinta yang selama ini hanya kita dengar dan kita lihat dalam bentuk duniawi.

1. Mahabbatullah (Cinta Kepada Allah)

Sobat. Mencintai Allah dengan segala keagungan-Nya, memang sudah menjadi hal yang selayaknya bahkan sebuah kewajiban kita. Namun, cinta kepada Allah saja tidaklah cukup. Para orang-orang musyrik, penyembah salib, umat Yahudi, dan cabang-cabang lainnya juga mengaku cinta pada Allah (dengan pemahaman mereka masing-masing).

Sebagaimana Allah SWT. berfirman,

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ وَٱلنَّصَٰرَىٰ نَحۡنُ أَبۡنَٰٓؤُاْ ٱللَّهِ وَأَحِبَّٰٓؤُهُۥۚ قُلۡ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُمۖ بَلۡ أَنتُم بَشَرٞ مِّمَّنۡ خَلَقَۚ يَغۡفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُۚ وَلِلَّهِ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَاۖ وَإِلَيۡهِ ٱلۡمَصِيرُ  

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (Qs. Al-Maidah: 18).

Maka, jelas dalam ayat tersebut, bahwa mencintai Allah saja tidak cukup menyelamatkan kita dari adzab pedih. Harus disertai dengan pengesaan dan ibadah terhadap-Nya.

Menurut riwayat Ibnu Ishak, Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah datang kepada Numan bin Ada, Bahri bin 'Amar dan Syas bin 'Adi. Setelah terjadi pembicaraan di antara Rasulullah dengan mereka, akhirnya Rasulullah mengajak mereka masuk Islam dan memperingatkan mereka dengan siksa Allah, maka mereka berkata, "Janganlah engkau menakuti kami hai Muhammad: Demi Allah kami adalah putra-putra Allah dan kekasih-Nya", maka turunlah ayat ini.

Sobat. Perkataan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu dibantah oleh Allah yang maksudnya, "Katakanlah hai Muhammad kepada mereka: kalau benar kamu putra-putra Allah dan kekasih-Nya yang memiliki keistimewaan khusus lebih dari yang lain-lain sebagaimana yang kamu sangka, mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu di dunia sebagaimana yang telah banyak kamu derita, baik mengenai tempat kamu beribadah, negeri kamu maupun kerajaan kamu dan lain-lain, sebab ayah tidak akan menyiksa anak-anaknya dan tidak akan menyiksa kekasihnya. 

Oleh karena itu kamu bukanlah putra-putra Allah dan bukan pula kekasih-Nya yang memiliki keistimewaan sebagaimana yang kamu sangka, tetapi kamu adalah manusia biasa dan hamba Allah seperti manusia lainnya. 

Allah akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya bagi siapa yang berhak diampuni dan menyiksa orang-orang yang yang berhak disiksa sesuai dengan kehendak-Nya, karena Allah-lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya."

2. Mahabbah Maa Yuhibbullah (Mencintai Apa yang Dicintai Allah)

Ketika sudah mencinta, maka kita juga harus mencitai apa-apa yang disukai-Nya. Agar Allah pun juga mencintai diri kita. Perkara sederhana ini pun juga dapat membuat kita menjadi lebih dekat dengan Allah dan Islam, serta menjauhkan dari kekufuran.
 
3. Al-Hubb Fillah wa Lillah (Cinta Karena Allah dan di Jalan Allah)

Sobat. Ketika kita sudah mencintai dengan betul, ikhlas, dan sepenuh hati kepada Allah, maka saat akan memulai cinta kepada hal lain pun juga harus karena dan berada di jalan Allah SWT. Karena dengan hal tersebut, dapat menjauhkan kita dari cinta-cinta yang salah. Dan dalam setiap cinta karena Allah dan dalam ketaatan kepada-Nya, akan membuat kita menjadi lebih tulus dalam mencinta.

Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW., “Terdapat tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dengan naungan-Nya pada hari yang tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, (tujuh golongan tersebut) adalah; imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan beribadah kepada Allah, orang yang hatinya selalu bergantung pada masjid ketika ia keluar dari masjid hingga ia datang kembali, dua orang yang saling menyayangi karena Allah, mereka berdua berkumpul karena Allah dan berpisah juga karena Allah, orang yang ingat Allah di waktu sunyi lalu kedua matanya meneteskan air mata, seorang lelaki yang diajak oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, namun ia menjawab; Sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan seorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya.” (Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya dalam surga terdapat tiang dari yakut yang di atasnya terdapat kamar-kamar dari zamrud yang mempunyai pintu-pintu terbuka dan besinar seperti sinarnya planet-planet .” Ada yang bertanya, “ Wahai Nabi Allah, Siapa yang menempatinya? Beliau bersabda, “ Orang-orang yang mencintai karena Allah.” (HR. Al-Bazzar).

Dalam riwayat lain menyatakan,” Tiada seorang hamba yang mendatangi saudaranya untuk menziarahinya karena Allah, kecuali ada malaikat yang memanggilnya dari langit dan berkata,” Kamu termasuk orang baik dan surga itu baik untukmu.” 

Ath-Thabrani meriwayatkan, jika seorang muslim berkunjung, maka 70.000 malaikat mengiringinya dan memohonkan ampun untuknya sambil berdoa,”Wahai Tuhanku, sambunglah dia sebagaimana dia menyambung saudaranya karena engkau.”

Rasulullah juga bersabda, “Perbuatan yang paling utama adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah berfirman, Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku berada dalam naungan ‘Arasy-Ku pada hari kiamat, di waktu tiada naungan selain naungan-Ku.” (HR Imam Ahmad).

4. Al-Mahabbah Ma’allah (Cinta Selain Allah Bersama Allah)

Cinta ini adalah cinta yang menduakan Allah. Dan dalam cinta seperti ini yang akan membawa kesengsaraan dan keburukan bagi siapa saja yang melakukannya. Karena telah menjadikan hal lain sebanding atau sederajat dengan Allah.
 
5. Al-Mahabbah Ath-Thabi’iyyah (Cinta Manusiawi)

Pada cinta jenis ini, berbeda dengan pembahasan empat cinta di atas. Rasa cinta yang satu ini berhubungan dengan tabiat, watak, atau hal-hal yang kita senangi hingga kemudian menumbuhkan cinta. Namun, tetap saja, cinta jenis ini juga harus memiliki batasan khusus. Jangan sampai membutakan dan membuat kita lupa untuk bersyukur kepada Allah Swt.

Allah SWT. berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ  
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-Munafiqun: 9).

Sobat. Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya. Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah riwayat:

Beramallah (amalan duniawi) seperti amalan seseorang yang mengira bahwa ia tidak akan meninggal selama-lamanya. Namun, waspadalah seperti kewaspadaan seseorang yang akan meninggal besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Ibnu 'Amru bin al-'As).

Dalam hadis lain, Nabi bersabda:
Bukanlah orang yang terbaik di antara kamu seseorang yang meninggalkan (kepentingan) dunianya karena akhirat, dan sebaliknya meninggalkan (kepentingan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia mendapatkan (bagian) keduanya sekaligus, ini dikarenakan kehidupan dunia merupakan wasilah yang menyampaikan ke kehidupan akhirat dan janganlah kamu menjadi beban terhadap orang lain. (Riwayat Ibnu 'Asakir dari Anas bin Malik).

Di sinilah letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya bersifat materialistis, yang semua pikiran dan usahanya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang Yahudi. 

Islam juga agama yang tidak membenarkan umatnya hanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani. Allah berfirman:
 
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. (al-A'raf/7: 31)

Firman Allah:

Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? (al-A'raf/7: 32)

Sobat. Allah menegaskan pada akhir ayat 9 ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang fana dan hilang lenyap.


Oleh: Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku Buatlah tanda di alam semesta
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar