Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pedang Kepemimpinan


Topswara.com -- Kenapa umat Islam tidak bisa memimpin dunia? Menjadi pemimpin dalam konstelasi Politik dunia? Bahkan mereka direndahkan oleh umat lain di seluruh dunia?

Karena kepemimpinannya lahir dari pedang kekuasaan, ras penguasa kediktatoran, pemilu curang, dagelan politik, tirani, dan lain-lain yang ke semuanya jauh dan dijauhkan dari sistem, nilai, dan syari’at Islam.

Perbedaan Mata Pedang Pada Sistem Demokrasi

Wajar, kepemimpinan di sistem ini pemimpinnya tidak dibatasi dari kemungkinan menjadi tiran karena mata pedangnya tidak melibatkan aturan agama. Maka mereka tidak memiliki ketakutan kepada Tuhan atau pertanggungjawaban di akhirat. Hal ini disebabkan karena sistem demokrasi sekuler lahir dari keyakinan bahwa agama harus sepenuhnya terpisah dari politik dan kehidupan.

Dalam hal aturan khususnya, ada banyak  penampakan di kehidupan rakyat semesta ini. Coba kita tinjau dari segi undang-undang. Asal muasal undang-undang saja berasal dari manusia itu sendiri. Yang diambil dari istilah asing, yaitu berupa ketetapan penguasa, untuk dijalankan bagi rakyatnya. Definisinya adalah, ” seperangkat aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan memiliki kekuatan yang mengikat rakyat dan mengatur hubungan antar mereka ".

Pada setiap pemerintahan menggunakan undang-undang dasar dengan istilah konstitusi. Banyaknya ragam undang-undang dasar yang ada di dunia ini, karena lahir dari bentukan negara-negara nation state. Konstitusi ini mengatur tentang bentuk negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan dan wewenang badan-badan pemerintah.

Maka sudah barang tentu keberadaan lahirnya perundangan di dunia ini tergantung dari mana mereka berasal. Ada yang dari adat istiadat dan kebiasaan suatu bangsa, ada yang berasal dari kelompok nasionalis. Penguasa, memiliki kekuasaan membuat undang-undang dan berikut menjelaskan cara perubahannya. Lalu badan ini bisa dibubarkan dan diganti oleh lembaga lain sesuai dengan ketetapan yang disahkan oleh undang-undang dasar. Seperti yang terjadi pada negara Perancis dan Amerika.

Melihat ulasan tersebut, dapat kita bayangkan dari mana undang-undang ini mengambil sumber hukumnya. Ternyata digali dari adat istiadat, agama, dan pendapat para ahli hukum, ini yang dinamakan yurisprudensi. Hasil putusannya tergantung dari hakim yang memutuskannya.

Sumber hukum yang lain, adalah undang-undang Perancis, atau UUD dari sebagian negara Islam, seperti Turki, Mesir, Irak dan Suriah. Asal sumber hukum ini lah disebut sebagai sumber-sumber historis. Sumber hukum yang dibuat dan ditetapkan bersifat mengikat rakyatnya untuk menjalankannya.

Di Indonesia sendiri mengadopsi hukum bekas penjajahan Belanda KUHP untuk mengatur kehidupan bernegara dan menjerat rakyatnya apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran. Sedangkan penjajah ya sendiri sudah meninggal dunia alias pergi dari negara jajahannya.

Tidak mengherankan dari pengambilan sumber hukum tersebut, bisa menghasilkan pemerintahan yang zalim, terjadinya kekebalan hukum yang mana hukum semaunya sendiri bisa tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Hasil terapan di kehidupan juga bermacam-macam warnanya. Seperti contohnya sistem ideologi yang berakidah sekuler kapitalis, walhasil fakta nyata di depan mata malah menyuburkan korupsi. Karena semuanya segi bisa di bisnis kan dengan tujuannya mengembalikan keuntungan.

Bila menempel pada ekonomi menjadi ekonomi kapitalis. Miris! Korbannya adalah rakyat jelata. Mungkin kah pemimpinnya peduli terhadap rakyatnya yang semakin terimpit dan menjerit? Inilah kezaliman karena padanya tidak ada beban di pundaknya sebagai pelayan umat. Dan ini ulah dari bentuk sistem sekuler, agama harus di pisahkan dari sendi kehidupan.

Kepemimpinan Pada Sistem Islam

Pemimpin/penguasa dalam Islam hakikatnya adalah pelayan umat. Ia bertugas untuk menunaikan siyasah yaitu memelihara urusan seluruh umat. Ini berat. Tetapi ringan bagi pengemban taat. Berat bagi yang jauh dari Syarat dan kriteria, cara memilihnya, bahkan lebih dekat dengan sifat serakah, zalim, dan tirani. Dan utamanya pada ia yang menjadi pemimpin mau di bawah kendali oligarki. Sudah barang tentu propaganda menjadi pelayan umat, hanya sebatas tirai penghantar ia menjabat.

Kita dapat membedakannya sebagai berikut:
100 tahun hasil kepemimpinan selain sistem Islam hanya melanjutkan penderitaan dan penyiksaan berulang khususnya bagi kaum Muslim. Mengucilkan nyawa kaum Muslim dengan pertumpahan darah yang berulang. Sebenarnya secara akal cerdas darah mereka mewarnai dan mewakili aneka ragam saksi kepemimpinan yang memisahkan aturan Islam sebagai pedang kepemimpinannya.

Padahal, penetap hukum dan aturan itu sudah ada tidak susah dan tidak menyusahkan. Adil bagi semua makhluk hidup-Nya. Mau Islam ataupun kafir sekalian. Tinggal menjalankan dengan ketaatan next level, bahwa yang berhak menetapkan hukum itu hanyalah Allah (Q.S. Al-An’am: 57). Ini prinsip dan pedang keutamaan memimpin sebuah negara. Pegangan pemimpin umat, dengan berprinsip pada “supremasi syariat”.

350 tahun membuktikan peradaban keagungan Islam berdiri tegak dan bisa menaklukkan 2/3 dunia ini. Ini karena negara menjalankan hukum-hukum Allah yang diperlukan dalam mengatur urusan umat. Berdasarkan Kitabullah dan sunah Rasul-Nya. 

Wujud peradaban mulia ini di bawah pimpinan seorang khalifah. Khalifah adalah penguasa yang takut dan takwa, hatinya selalu kepada Allah, taat karena dalam tugasnya dibatasi oleh perintah dan larangan Allah. Sehingga ia akan terhindar dari kemungkinan beralih menjadi tiran. Ia seorang penguasa yang dalam undang-undang posisinya harus bersikap keras dan tegas, baik dan tidak kasar terhadap warga.

Dalam sistem Islam (khilafah), khalifah mempunyai kekuasaan eksekutif mutlak, iya mempunyai hak untuk menetapkan hukum dan perundang-undangan, yang bersumber pada hukum syariat. Yaitu Al-Qur’an, as-Sunnah, ijma para sahabat dan Qiyas. Islam sangat menekankan ketaatan terhadap aturan hukum. Maka tidak seorang pun di negara khilafah yang memiliki hak imunitas hukum, termasuk khalifah sendiri.

Dan hukum tetap berasal dari Allah, serta memiliki sifat superior dibanding hukum perundang-undangan sekuler manapun yang dibuat manusia di zaman sekarang ini.

Berkat kepemimpinan seorang khalifah, semua mempunyai kesamaan berhukum, Baik muslim maupun non Muslim yang berada di wilayah negara Islam. Sama-sama hukum dari Allah SWT, karena Allah – lah yang mencipta kita. Ini yang membuat seluruh umat yang hidup di negara Khilafah tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah SWT. Sehingga terjadi keharmonisan, keseimbangan, dan kesempurnaan hidup bernegara. Jauh dari situasi huru hara seperti pada tampilan sistem hari ini, sistem demokrasi sekuler dan yang lainnya.

Tak heran bila Muslim di seluruh dunia mendambakan sebuah alternatif untuk hijrah dari situasi sulit nan mengerikan seperti sekarang. Seperti bencana kemiskinan, pertumpahan darah dan lain-lain, karena rakusnya nafsu kekuasaan. Alternatif apakah itu? Mengembalikan kehidupan Islam dengan mencari junnah yang bisa berpihak melindungi hidup dan hajat orang banyak.

Maka satu-satunya junnah yang bisa mengangkat pedang dan memimpin mereka adalah sang khalifah. Khalifah sekaligus panglima tertinggi segenap angkatan bersenjata negara dan memiliki kewenangan penuh meriayah rakyatnya dari gangguan dalam dan luar negeri. Kekuatan eksekutifnya diimbangi dengan lembaga perwakilan (majelis ummah), lembaga legislatif (syariat), dan lembaga yudikatif.

Inshaa Allah pedang ini akan lolos pertimbangan pengadilan agung akhirat, jika tidak dijalankan maka kelak akan menebas leher siapa saja yang bernama manusia.

Wallahualam bishawab


Oleh: Titin
Owner Jahe Merah Angkringan
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar