Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Isu Terorisme Berulang Menimpa Islam


Topswara.com -- Menjelang akhir tahun 2021 isu teroris makin intensif diangkat. Tentu hal ini bukan hal baru karena isu teroris tiap tahunnya senantiasa menjadi topik hangat diperbincangkan lantaran penanganannya tidak ada habisnya. Mari kita telisik perjanan penanganan terorisisme menjelang akhir tahun 2021 ini. 

Kita mulai dari bulan januari hingga mei 2021, Kepala Badan Nasional Penanggulagan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar memaparkan setidaknya ada sekitar 216 orang terlibat dalam aksi terorisme sejak januari hingga mei 2021. Lanjutnya 216 orang terlibat dalam aksi terorisme dengan rincian sebagai berikut, pertama terdapat 71 orang dari jaringan Jamaah Al Islamiah. Kemudian kedua kelompok Jamaah Ansharut Daulah 144 orang, dan satu orang adalah terkait deportan. 

Tak hanya sampai di situ ia juga memaparkan contoh beberapa aksi terorisme yang terjadi diantaranya teror di Makasar pada 28 Maret 2021, aksi di sekitar Gedung Mabes Polri pada 31 Maret 2021, hingga aksi teror oleh kelompok Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) pada 11 Mei 2021. Beliau menekannkan bahwa kelompok terorisme higga saat ini masih melakukan aksinya. (Kompas.com, 27/05/21).

Awal November 2021 Densus 88 Antiteror Polri kembali menangkap dua tersangka teroris berinsial SU dan DRS, di wilayah Lampung. Keduanya, merupakan pejabat Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baitul Maal (BM) Abdurahman bin Auf (ABA), di Lampung. Berkenan ini Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan memaparkan bahwa “yayasan ini mengumpulkan dana yang mana dananya diperuntukkan untuk kegiatan atau aksi-aksi terorisme. Selain itu, dana tersebut digunakan sebuah program yang mereka namakan program jihad global. Program jihad global Jamaah Islamiyah (JI) ini merupakan sebuah program pengkaderan serta konsolidasi bagi anggota JI," ungkapnya (Beritasatu.com, 3/11/21).

Masih di bulan yang sama Densus 88 menindak lanjuti hasil introgasi terhadap salah satu tersangka terorisme JI mendapati bahwa dari penggalangan dana tersebut sekaligus melakukan sosialisasi pemberdayaan kebun kurma untuk pendanaan JI. Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Aswin Siregar mengatakan JI menjalankan fungsi pengumpulan dana melalui bidang JI yang bernama Thazis. JI memiliki sejumlah metode untuk mengumpulkan dana. "Program wakaf produktif, yaitu menerima wakaf atau hibah dari perorangan yang biasanya merupakan anggota JI, seperti wakaf produktif kebun kurma seluas kurang lebih empat hektare di Lampung yang dikelola S. Hasil panen dimasukkan dalam hasil pendapatan ABA (Abdurrahman Bin Auf) pusat. (detik.com, 12/11/21). 

Kita lanjut masih di bulan November Densus 88 Antiteror Polri menangkap dua ustaz di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa 16 November 2021. Ketiga ustaz tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka terorisme. Ketiga ustaz itu adalah Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Ustaz Ahmad Farid Okhbah (AF), anggota komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Zain An-Najah (AZ), Anung Al Hamat (AA). Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus menjawab keraguan publik terkait Islamofobia setelah penangkapan tiga terduga anggota terorisme tersebut. Ia menjelaskan, umat Islam di Indonesia terbelah menjadi dua kubu. Pertama adalah orang-orang yang kontra dengan penangkapan ulama dengan dalih terorisme. Kedua adalah mereka yang kemudian mengkait-kaitkan ceramah tiga orang tersebut adalah bagian dari mengajak untuk melakukan aksi terorisme (Republika.co.id, 21/11/21).

Mari kita tanggapi bersama blow up angka keberhasilan penangkapan tersangka terorisme. Dari penggalangan dana berkedok dana zakat, kepengurusan kebun kurma, organisasi Islam dan ulama (MUI) ini menjadi bukti semakin seriusnya program pemerintah dalam melawan terorisme. Tentu kita bertanya-tanya mengapa hal tersebut senantiasa dikaitkan dengan Islam? Seolah-olah hal ini sudah menjadi daging segar yang diburu pembeli untuk segera dimasak dan disantap. 

Definisi terorisme belum jelas hingga saat ini. Seharusnya kita harus cerdas menerima informasi tidak permukaan melainkan harus mendalam dan dari akarnya. Apa itu terorime dan bentuk aktivitas apakah terorisme itu? Benarkah melawan terorisme diperlukan dan boleh dilakukan? tentu pertanyaan tersebut akan banyak muncul dibenak kita perkara terorisme ini yang tidak kunjung usai bahkan menimbulkan masalah baru.

Narasi terorisme ini dimulai semenjak tahun 2001, pasca peristiwa 9/11 WTC di Amerika Serikat. Amerika kemudian menyerukan kepada dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia untuk bersama-sama perang melawan terorisme. Hingga kini aksi terorisme di Indonesia selalu dikaitkan dengan Jamaah Islamiyah (JI). Artinya Densus 88 masih mempercayai perspektif lama dalam penegakan hukum kekinian, dengan narasi pemberantasan terorisme di Indonesia. Ironinya Densus 88, tidak pernah menyelesaikan kasus teror nyata misalnya kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan pemerintah menurunkan grade predikat untuk OPM sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Sungguh kebodohan yang diamini penguasa, bila menuding ajaran Islam semisal jihad dan khilafah mengancam Indonesia. Sedangkan jelas di depan mata OPM dan KKB mendapat perlindungan padahal ini bentuk nyata kasus teror yang meresahkan Indonesia. 

Selain itu penguasa telah meridhai kemungkaran yang dilakukan Densus 88 dengan melabeli atau bahkan tuduhan ulama sebagai teroris atau radikalis tanpa bukti dan saksi yang dibenarkan menurut syariat. Menyasar siapa pun yang memiliki “ciri dan definisi” radikal menurut tafsir mereka. Buku-buku karya ulama terkait jihad, syariat Islam, Khilafah, bahkan Al-Qur’an, menjadi barang bukti kasus terorisme. Tampak sekali mereka hendak menggiring opini bahwa pejuang Islam adalah radikalis dan berpotensi melakukan tindak terorisme.

Ketahuilah bahwa Barat akan terus menghadang perjuangan Islam dengan mengintensifkan isu terorisme di setiap negeri Muslim. Oleh sebab itu, umat Islam harus menyadari dan tentunya memihak pada Islam dan ajaran-ajarannya, bukan malah mendukung dan membenarkan proyek Barat (WoT) tersebut. Ini membuktikan bahwa adanya proyek sistematis menstigma Islam, muslim dan ajaran Islam terkait jihad-khilafah.

Lantas, apa yang harus umat lakukan untuk membendung isu miring terorisme yang menyebabkan mara bahaya bagi Islam dan umatnya?

Pertama, umat harus paham akan ajaran Islam secara utuh. Wajib untuk memahami bahwa semua ajaran Islam termasuk jihad dan Khilafah bukanlah keburukan seperti yang musuh Islam propagandakan. Aktivitas dakwah harus bersifat fikriyah (pemikiran) dan la ‘unfiyah (tanpa kekerasan) sehingga tidak mungkin melahirkan tindak terorisme. 

Kedua, umat harus paham bahwa ancaman sesungguhnya adalah sistem sekuler kapitalistik yang gagal menyejahterakan dunia.  

Ketiga, umat harus memilih sistem yang baik dan benar yang berasal dari Allah SWT, yakni syariat Islam. Hanya penerapan syariat Islam kaffah yang dapat mewujudkan rahmat.

Berdasarkan hal tersebut, umat Islam harus membangun kekuatan dengan makin solid dalam memperjuangkan Islam kaffah. Semestinya juga, para tokoh Islam, alim ulama, dan intelektual muslim bersatu melawan berbagai ide Barat yang masih bercokol di negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia. 

Kita wajib untuk mencampakkan ide-ide tersebut dan mengambil Islam sebagai satu-satunya solusi dalam kehidupan. Selain itu, mereka harus meminta para punggawa negara agar menghentikan berbagai proyek terkait terorisme dan radikalisme yang justru merugikan Islam. 

Allah SWT berfirman yang artinya: “Allah Yang Mahakuasa sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir di dunia ini untuk mengalahkan orang-orang beriman; dan tidak pula memberi sedikit pun jalan untuk menuju ke surga di akhirat nanti.” (TQS an-Nisa’: 141). 

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Saidawati, S.Pd.
(Aktivis Dakwah Kampus dan Mahasiswa)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar